Semarang (ANTARA News) - Tidak hanya ketika meminum obat, dalam hal kritik pun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan kritik untuk dirinya maupun pemerintah disampaikan dalam dosis yang tepat. "Kalau dosisnya diberikan secara tepat, akan sembuh dari penyakit," kata Presiden pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Semarang, Sabtu. Dalam acara yang dihadiri sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Ibu Ani Yudhoyono, Gubernur Jateng Ali Mufiz, tokoh pers nasional, dan para undangan lainnya itu, Presiden mengibaratkan kritik sama dengan obat sehingga harus diberikan dalam dosis yang tepat. Menurut dia, kalau dosis obat itu seharusnya sehari diberikan tiga kali, tetapi selama ini kritik diberikan sampai 12 kali, itu akan menyebabkan kolaps. "Saya senang kritik. Berikan dukungan secara kritis kepada Presiden," kata Presiden berpesan kepada insan pers nasional. Kepala Negara juga menegaskan, perbedaan merupakan sesuatu yang indah dan biasa dalam kehidupan berdemokrasi, meskipun demikian perbedaan itu tidak boleh menghilangkan tali silaturahmi antara pemimpin yang berbeda pendapat. Presiden mengingatkan, sebagai bangsa yang terus mengembangkan diri menjadi bangsa yang demokrasi tidak sepatutnya terus-menerus mengolok-olok diri sendiri karena sesungguhnya banyak kemajuan yang dicapai bangsa ini dalam periode ini. "Jangan berpikir kerdil. Negara-negara lain saja mengakui (kemajuan yang diraih,red) negara kita. Mengapa kita melukai diri sendiri," katanya. Salah satu bukti pengakuan tersebut ketika dirinya mewakili Indonesia diundang dalam forum yang dihadiri negara-negara yang saat ini mengalami kemajuan pesat, seperti China, India, dan Australia. Kepada penerbitan pers, Presiden mengemukakan, rakyat menginginkan pemberitaan yang memiliki nilai pengetahuan yang menjangkau dan menebarkan sikap optimisme serta memiliki ruang berpartisipasi dalam pembangunan. "Kalau kita optimistik, insya Allah selalu ada jalan keluar. Tahun ini merupakan tahun keempat saya mengemban tugas dan bersama pemerintah, saya selalu melakukan refleksi, introspeksi untuk mencari solusi yang tepat untuk kepentingan rakyat," katanya. Presiden juga mengajak kalangan pers introspeksi dan koreksi diri, sebab otokritik memiliki manfaat luar biasa besar bagi pers itu sendiri. "Insan pers bisa menjawab persoalan sejauh mana pers memberi kontribusi demokrasi. Demokrasi yang `established dan consolidated` dengan tetap mematuhi rule of the game," katanya. Pada kesempatan itu Kepala Negara juga memuji langkah nyata kalangan pers yang menaman pohon di Wonosobo dan daerah lain, serta menanam pohon bakau di pantai Jakarta. Sementara itu, Ketua PWI Pusat Tarman Azzam menyerukan kepada semua pihak agar mengedepankan hak jawab bila menghadapi masalah pemberitaan dengan pers, tidak langsung menempuh jalur hukum. PWI juga memberikan pengharhaan "Life Time Award" kepada lima tokoh pers nasional yang mengabdikan seluruh hidupnya di bidang pers. Kelima tokoh itu adalah Jacob Oetama, Jafar M. Assegaf, Sabam Siagian, almarhum Atang Ruswita, dan R.H. Siregar. Penghargaan serupa tahun lalu diberikan PWI kepada wartawan senior Rosihan Anwar dan B.M. Diah.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008