Jumlah pelaut dan nelayan cukup banyak dan potensial untuk dijadikan peserta BPJS Ketenagakerjaan
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Imanuel Ekadianus Blegur menginginkan adanya sinergi berbagai instansi dalam rangka menyediakan jaminan sosial yang memadai bagi para pelaut dan nelayan Nusantara.

Imanuel Blegur, dalam rilis di Jakarta, Selasa, menginginkan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar dapat mencakup kepesertaan BPJS bagi pekerja di bidang pelaut dan nelayan.

Menurut dia, jumlah pelaut dan nelayan cukup banyak dan potensial untuk dijadikan peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk itu, ia mengusulkan agar pimpinan BPJS Ketenagakerjaan bisa melakukan pendekatan khusus kepada pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk pertama-tama menyesuaikan undang-undang jaminan sosial dengan praktek pemberian jaminan kepada pekerja dengan pelaut dan nelayan.

Dengan adanya sinergi tersebut, lanjutnya, diharapkan agar dalam masa satu atau dua tahun ke depan seluruh pelaut dan nelayan di berbagai daerah di Tanah Air juga bisa menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI Marinus Gea menyatakan, nelayan di berbagai daerah dinilai perlu mendapatkan tambahan perlindungan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan agar mereka dapat lebih terjamin dalam menjalankan pekerjaannya untuk menghidupi keluarga.

"Perlindungan pada nelayan saat ini hanya lewat BPJS Ketenagakerjaan yang belum memenuhi kebutuhan nelayan," kata Marinus Gea.

Perlindungan itu, ujar dia, mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, yang diperkuat UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), di mana perlindungan diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan syarat terdaftar sebagai peserta berdasarkan UU No 24/2011 tentang BPJS.

Berdasarkan UU No 24/2011, negara melalui BPJS Ketenagakerjaan membantu iuran bagi nelayan yang masuk kategori pekerja bukan penerima upah (BPU). Bantuan itu menurut Marinus diberikan selama setahun pertama untuk kemudian iuran Rp16.800 per bulan dilanjutkan oleh nelayan.

Nelayan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sebagai BPU akan menerima manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Sedangkan pekerja formal atau pekerja penerima upah (PPU) wajib terdaftar dalam empat program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu JKK, JKM, JHT (Jaminan Hari Tua) dan JP (Jaminan Pensiun).

Marinus memahami, batasan jaminan terhadap nelayan oleh BPJS Ketenagakerjaan itu dirancang karena ada kemungkinan mereka beralih profesi, serta hanya melindungi mereka dari risiko saat bekerja saja. Padahal, nelayan bisa saja tak bisa bekerja karena sudah lanjut usia, sehingga JHT dan JP dinilai perlu diberikan bagi nelayan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Anton Leonard, di kesempatan berbeda mengatakan perlu ada perubahan paradigma untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, karena upaya yang dilakukan selama ini masih jauh dari yang dibutuhkan para nelayan sebenarnya.

Anton menilai jaminan ketenagakerjaan dan asuransi nelayan itu belum cukup. Bila negara ingin bagi nelayan, BPJS-TK yang proaktif menyambangi para nelayan.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati menilai program jaminan pemerintah bagi nelayan melalui BPJS Ketenagakerjaan sebatas JKK dan JKM. "Padahal nelayan butuh jaminan hari tua ketika sudah tidak melaut lagi," ujar Susan.

Untuk itu, Susan berharap pemerintah memperbaiki jaminan ketenagakerjaan bagi nelayan. Perbaikan itu tentunya harus diawali dengan pendataan dan monitoring atau pengawasan yang sangat baik.

Baca juga: Nelayan perlu tambahan perlindungan dalam BPJS Ketenagakerjaan
Baca juga: Berdayakan anggaran kelautan perikanan guna fokus sejahterakan nelayan
Baca juga: Legislator inginkan anggaran KKP penuhi kebutuhan nelayan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019