Tokyo (ANTARA News) - Dubes Vatikan untuk Jepang Alberto Bottari de Castello merupakan tamu terakhir yang datang ke KBRI Tokyo untuk menyampaikan belasungkawa atas wafatnya mantan Presiden Soeharto, sejak dibukanya kegiatan buku duka cita pada Senin (28/1) lalu. Dubes Jusuf Anwar, Rabu petang itu dengan tenang menunggui Alberto de Castello di dekat pintu masuk lobi KBRI Tokyo, sebelum akhirnya menutup buku duka itu secara resmi. Setelah de Castello selesai menuliskan pesan singkatnya, Jusuf Anwar pun segera datang menyalaminya untuk mengucapkan terima kasih. "Terima kasih atas kedatangannya. Anda merupakan tamu kami yang terakhir," kata Jusuf Anwar yang langsung disambut dengan anggukan kepala dari Alberto de Castello. Setelah berbasa-basi sebentar, Dubes pun mengantar tamunya yang petang itu terlihat berjalan dengan perlahan sambil mengenakan tongkat penopang tubuhnya yang besar. Dalam buku duka tertulis pesan singkat dari De Castello, yang hanya sepanjang sebaris kalimat berbunyi "Turut menyampaikan duka yang sedalam-dalamnya." Sejak dibukanya kegiatan buku duka cita pada Senin lalu, tercatat sedikitnya 150 pengunjung yang menyampaikan ucapan belasungkawa atas wafatnya mantan presiden Soeharto di KBRI Tokyo. Tokoh-tokoh masyarakat dan mantan pejabat turut menyampaikan belasungkawa, di antaranya pimpinan Rumah Tangga Kekaisaran Jepang (Kunaicho), serta kalangan pebisnis Jepang yang memiliki investasi di Indonesia. Terlihat pula sejumlah mantan dubes Jepang untuk Indonesia, seperti Sumio Edamura, Fujita dan Taizo Watanabe (saat ini menjabat Ketua Japan Indonesia association-Japinda), kemudian mantan Menlu Jepang Makiko Tanaka (yang juga puteri mantan PM Tanaka), dan calon Dubes Jepang untuk Indonesia Shio Jhiri. Sementara itu, kalangan pebisnis Jepang yang hadir antara lain pimpinan dari Inpex Corp, Sumitomo, Mitsui, Marubeni, dan Japan-Indonesia LNG Co., serta Nippon Asahan, dan Pacific Petrolium. Pada awal pembukaan belasungkawa, Kepala Protokol Deplu Jepang merupakan tamu pertama yang hadir menjadi pembuka ucapan duka cita, dan berturut-turut relasi lainnya seperti jajaran kepolisian dan parlemen Jepang. Dewi Soekarno Sementara itu, janda mendiang presiden pertama Ir. Soekarno, Ratna Sari Dewi Soekarno hingga hari terakhir penutupan kegiatan belasungkawa yang digelar KBRI Tokyo tidak tampak. ANTARA News kemudian mencoba menghubunginya dan berhasil memperoleh "alasan" ketidakhadirannya di acara yang digelar KBRI Tokyo itu. Perempuan yang akrab disebut Dewi Soekarno itu mengemukakan bahwa dirinya tidak mengetahui kalau KBRI Tokyo membuka kegiatan buku duka cita bagi publik Jepang. "Tidak, saya tidak tahu sama sekali kalau ada kegiatan seperti itu. Sampai hari terakhir ini saya juga tidak tahu," kata wanita Jepang yang bernama asli Naoko Nemoto itu. Dewi Soekarno merupakan isteri ketiga yang dinikahi oleh Soekarno, dan kini tampil sebagai selebritas di Jepang. Menyinggung soal wafatnya Soeharto, Dewi Soekarno dengan nada tinggi mengatakan bahwa dirinya tidak mau berkomentar banyak. Namun dalam wawancara sebelumnya (19/1) dengan ANTARA News, waktu itu ia mengatakan sulit memaafkan Soeharto, orang yang dianggapnya bertanggung jawab atas kesehatan Soekarno saat itu. Ia juga menegaskan bahwa Soeharto harus lebih dulu meminta maaf kepada Soekarno sehingga rakyat tahu keadaan yang sesungguhnya. "Saya tidak mau komentar banyak mengenai Soeharto yang sudah meninggal," katanya lagi. Dalam wawancaranya dengan kantor berita AFP, Dewi Soekarno dengan tegas mengatakan bahwa dirinya tidak bisa memaafkan Soeharto. "Saya tidak bisa memaafkan Soeharto," katanya yang juga menyamakan Soeharto dengan Polpot, pemimpin Khmer Merah, di Kamboja. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008