Surabaya (ANTARA News) - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur, Jumat, melimpahkan lima BAP (Berkas Acara Pemeriksaan) kasus lumpur di kawasan eksplorasi Lapindo Brantas Inc, untuk ke-empat kalinya ke Kejati Jatim. Kelima BAP sebanyak 10 bendel itu, dilimpahkan tiga anggota penyidik Satuan Pidana Tertentu (Pidter) Polda Jatim kepada Kasi Pra Penuntutan Pidana Umum (Pidum) Kejati Jatim, Ketut Wirawan SH. "Hari ini (25/1), berkas itu kita serahkan lagi. Jadi, penyidikan tidak dihentikan, tapi itu (kalau dihentikan) secara norma saja," kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Herman S Sumawiredja. Usai penyerahan 42 mobil patroli dan empat mobil SIM keliling bantuan Mabes Polri kepada Kasat Lantas dari tujuh Polwil se-Jatim, ia menyatakan, pelimpahan BAP lumpur Lapindo ke Kejati Jatim sudah lama direncanakan. "Kalau kita limpahkan sekarang, bukan karena ada rumor penghentian kasus lumpur Lapindo itu. Sebab, hakekatnya memang belum dihentikan. Itu bukan kita hentikan, tapi kita hentikan sementara untuk kepentingan rakyat," katanya menjelaskan. Tentang perbedaan saksi ahli antara sembilan saksi ahli yang berkesimpulan bencana alam sebagai penyebab dan tiga saksi ahli yang berkesimpulan pengeboran Lapindo sebagai penyebab, ia menyerahkan hal itu kepada jaksa. "Bukti yang kuat memang factual proving (pembuktian sesuai fakta), tapi terserah kejaksaan (untuk memilih). Itu bukan tergantung kepada polisi, karena kami melimpahkan dan jaksa yang menentukan," katanya. Oleh karena itu, katanya, dirinya sempat menerapkan diskresi (bebas ambil keputusan sendiri) dengan menunda pemberkasan perkara dan pelimpahannya ke Kejati Jatim. "Penundaan saat itu karena proses pembayaran ganti rugi yang sedang berlangsung akan merugikan korban lumpur bila diintervensi dengan KUHP (proses hukum), sebab karena proses hukum dapat mempengaruhi proses ganti rugi," katanya menambahkan. Bila Lapindo menang akibat pembuktian yang lemah, katanya, maka proses ganti rugi akan terhenti, sehingga rakyat dirugikan. Tapi bila Lapindo kalah, maka Lapindo dimungkinkan menggugat secara perdata, sehingga rakyat perlu menunggu 1-2 tahun lagi dan Lapindo mungkin akan diputus pailit, sehingga ganti rugi tidak terbayar. Sebaliknya, bila perkara itu dihentikan pun, maka proses pembayaran ganti rugi yang sudah berjalan 20 persen akan terhenti, sehingga nasib rakyat korban lumpur juga akan semakin sengsara. Karena itu, Kapolda menghentikan sementara, agar rakyat menerima 100 persen ganti rugi, lalu dilanjutkan. Menanggapi pelimpahan itu, Kajati Jatim Purwosudiro SH menyatakan, pihaknya telah menerima lima dari tujuh BAP lumpur Lapindo yang diserahkan polisi dengan nomer W.296.1.B.2/I/2008 yang ditandatangani Direskrim Polda Jatim, Kombes Pol Rusli Nasution. Mengenai perbedaan pendapat dari belasan saksi ahli tentang penyebab lumpur Lapindo, ia mengatakan, pihaknya akan bersikap profesional dengan melihat pada UU yang ada. "Kalau tetap begitu, ya harus dicari jalan untuk sepakat. Kita cari logika, mana yang paling masuk akal. Kami punya kesempatan menentukan sikap dalam tujuh hari ke depan, kemudian tujuh hari berikutnya akan kami beri petunjuk kepada polisi (P-19 atau P-21)," katanya, didampingi Wakajati Jatim, Muhammad Hudi SH. Lima BAP adalah BAP Rahenold, Subie, dan Slamet BK (drilling supervisor PT Medici Citra Nusa); BAP Williem Hunila (company man Lapindo Brantas Inc); serta BAP Edi Sutriono (supervisor drilling), dan Nur Rahmat Sawolo (Vice President drilling PT Energi Mega Persada yang dikaryakan di Lapindo). Selain itu; BAP Yenny Nawawi (Dirut PT Medici Citra Nusa), dan Slamet Rianto (Manajer Drilling PT Medici Citra Nusa); serta BAP Suleman bin Ali (Rig Manajer), Lilik Marsudi (juru bor), dan Sardianto (mandor). Ketiga nama terakhir dari PT Tiga Musim Mas Jaya (TMMJ). Dua BAP yang belum dilimpahkan adalah BAP Imam P Agustino (GM Lapindo Brantas Inc); dan BAP Aswan P Siregar (mantan GM Lapindo Brantas Inc sebelum Imam), karena menunggu kepastian BAP lainnya. Para tersangka dijerat pasal 187 dan pasal 188 KUHP dengan juncto UU 23/1997 tentang Lingkungan Hidup. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008