Jakarta (ANTARA News) - Mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Malaysia, Roesdihardjo, resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu. Wakil Ketua KPK, Chandra M Hamzah, di Gedung KPK, Jakarta, mengatakan Roesdihardjo dibawa dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada pukul 17.00 WIB. "Pada hari ini, pukul 17.00 WIB penahanan sudah dilakukan dan dititipkan di Rutan Mabes Polri pada pukul 19.00 WIB," tuturnya. Chandra menjelaskan penahanan itu dilakukan meski dokter RSCM belum mengeluarkan pendapat atas kondisi kesehatan Roesdihardjo. Pada Senin, 14 Januari 2008, KPK mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Roesdihardjo. Namun, sebelum menjalani masa penahanan, KPK terlebih dahulu menginapkan mantan Kapolri itu di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Roesdihardjo telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak Maret 2007 dalam kasus dugaan korupsi pungutan liar di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia. Pada 28 Desember 2007, Roesdihardjo dirawat di Rumah Sakit Medistra karena penyakit saluran kandung kemih dan baru keluar rumah sakit pada 10 Januari 2008. Sebelum menahan Roesdihardjo, KPK terlebih dahulu mengobservasi kesehatannya untuk mengetahui apakah kondisinya cukup sehat untuk ditahan. Saat memenuhi panggilan KPK pada Senin, 14 Januari 2008, Roesdihardjo datang menggunakan kursi roda. Kuasa hukumnya, Junimart Girsang, mengatakan menurut pendapat dokter RS Medistra, Roesdihardjo harus menjalani operasi saluran kandung kemih. Chandra mengatakan sejak Senin Roesdihardjo sudah menjalani observasi dan pemeriksaan kesehatan di RSCM. "Kemarin tim dokter janji untuk menyerahkan hasil pemeriksaan kesehatan tetapi belum juga ada. Dijanjikan hari ini tetapi ternyata belum juga ada. Untuk itu, KPK memutuskan untuk melakukan penahanan," tuturnya. Chandra menambahkan, KPK memutuskan untuk menahan Roesdihardjo karena menurut pendapat dokter RSCM kondisi kesehatannya cukup memungkinkan untuk ditahan dan tidak memerlukan operasi. Surat perintah penahanan terhadap Roesdihardjo dikeluarkan KPK pada 14 Januari 2008, namun Chandra mengatakan masa penahanan terhadap Roesdihardjo mulai dihitung sejak 16 Januari 2008. Selama menjabat Dubes di Malaysia, KPK menyatakan Roesdihardjo menerima uang pungutan liar dari mempraktikan SK Ganda senilai 800 Ringgit Malaysia (RM) atau setara Rp2 miliar. Uang itu diterima Roesdihardjo dalam kurun Januari 2004 hingga Oktober 2005. Roesdihardjo menjabat Dubes RI untuk Malaysia hingga Februari 2007. Namun, setelah Oktober 2005 karena Itjen Deplu menemukan adanya praktik SK Ganda tersebut, pungutan liar tidak lagi dilakukan oleh Kedubes RI di Kuala Lumpur. Selain Roesdihardjo, KPK juga menahan Kabid Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Arihken Tarigen. Perbuatan Roesdihardjo dan Arihken, kata Ferry, merugikan negara hingga 6,181 juta RM atau setara Rp15 miliar. Ferry mengatakan, Roesdihardjo tidak mengakui perbuatan yang disangkakan kepadanya. "Kami menerima barang bukti berupa pengembalian uang dari staf Kedubes yang menerima, tetapi tidak dari yang bersangkutan, karena yang bersangkutan tidak mengakui perbuatannya," tuturnya. Roesdihardjo yang selama pemeriksaan di KPK didampingi oleh Kadiv Hukum Mabes Polri, Arjanto Sutadi, akan disatukan berkas perkaranya dengan Arken. Keduanya dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang memperkaya dir sendiri secara melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang. Mantan Dubes RI untuk Malaysia sebelum Roesdihardjo, Hadi A Warayabi, telah lebih dulu disidangkan dalam perkara yang sama di Pengadilan khusus tindak pidana korupsi dan divonis 2,5 tahun penjara karena turut menerima hasil pungutan liar tersebut. SK ganda No 021/SK-DB/0799 tertanggal 20 Juli 1999 yang ditandatangani oleh Dubes RI Jacob Dasto itu memungut tarif keimigrasian lebih tinggi dari yang seharusnya. SK itu diterbitkan oleh Dubes Jakob Dasto pada tahun 1999. SK tersebut kemudian diteruskan oleh Dubes Hadi A. Warayabi, dan Rusdihardjo. Tarif yang disetorkan sebagai Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara adalah sesuai aslinya, sedangkan selebihnya dinikmati oleh para pejabat Kedubes RI di Kuala Lumpur. Selisih pendapatan dari pemungutan menggunakan SK ganda itu, menurut KPK, mencapai Rp26,59 miliar atau 10,6 juta RM. KPK juga menemukan adanya selisih kurs visa antara yang dipungut dan disetorkan ke kas negara. Uang yang dipungut dalam bentuk ringgit malaysia sementara yang disetorkan ke kas negara dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat, sehingga terdapat selisih Rp922 juta atau setara 369 ribu RM. KPK memperkirakan total kerugian negara akibat praktik pungutan liar itu mencapai Rp27,5 miliar.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008