Surabaya (ANTARA News) - Dunia olahraga Indonesia telah menyaksikan aksi Nyoo Kim Bie sebagai bagian dari tim bulutangkis Indonesia saat membuat sejarah merebut Piala Thomas, kejuaraan bulutangkis beregu putra. Aksi Nyoo Kim Bie dan kawan-kawan itu berlangsung di Singapura dalam ajang perebutan Piala Thomas ke-4 pada 1958. Saat itu, Nyoo Kim Bie bersama pemain se-angkatannya seperti Tan Joe Hoek, Eddy Yusuf, Tan King Wang, dan Lie Po Dyian mengalahkan juara bertahan Malaysia (waktu itu masih bernama Malaya) dengan skor 6-3 pada partai final. Keberhasilan mengibarkan Merah Putih di ajang internasional itu menjadi kenangan dan kebanggaan yang tidak pernah terlupakan bagi seorang Nyoo Kim Bie. "Kami sangat bangga dan terharu sekali saat berhasil merebut Piala Thomas waktu itu. Perasaan saya saat itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata," kenang Nyoo Kim Bie dalam suatu kesempatan. Kini, Nyoo Kim Bie yang juga punya nama Koesbijanto Selia Dharma Atmadja sudah berpulang. Pada Senin (7/1) malam sekitar pukul 22.45 WIB, Kim Bie meninggal dunia pada usia 80 tahun dalam perawatan di RS St. Vincentius RKZ Surabaya. Dia menyusul istrinya Maria Fransisca Selia (Sing Sioe Chen) yang meninggal dunia di rumah sakit yang sama pada Mei 2007. Sejak lama, tokoh yang akrab disapa Om atau Opa Kim Bie ini mengidap sejumlah penyakit seiring bertambahnya usia. Beberapa kali dia keluar masuk rumah sakit. "Biasanya kalau kelelahan, penyakit Om Kim Bie kambuh. Tapi beberapa waktu terakhir, kesehatannya memang menurun," kata Ketua Pengda PBSI Jatim Yacob Rusdianto saat dihubungi ANTARA, Selasa. Sebagai salah satu orang yang dekat dengan Nyoo Kim Bie, Yacob Rusdianto mengaku sangat kehilangan dengan meninggalnya tokoh bulutangkis Jatim dan nasional itu. "Tidak hanya saya, seluruh insan bulutangkis di Indonesia sangat kehilangan. Perhatian dan dedikasi beliau pada bulutangkis tidak perlu diragukan lagi," ujar Yacob. Hampir sebagian besar usia Nyoo Kim Bie dicurahkan untuk bulutangkis. Tenaga dan pikirannya masih sering mewarnai kiprah perjalanan bulutangkis nasional. Dalam setiap kejuaraan internasional yang digelar di Indonesia, Kim Bie tidak pernah absen. Kehadirannya tentu saja untuk memberi dukungan kepada pemain. Sejak memulai karier pada usia 15 tahun hingga gantung raket pada sekitar tahun 1970, Kim Bie yang lahir 17 September 1927 masih tetap aktif sebagai pelatih di Klub Suryanaga Surabaya hingga akhir hayatnya. Beberapa tahun terakhir, ayah dua orang anak dan kakek beberapa cucu ini lebih berkonsentrasi melatih pebulutangkis anak-anak. Menekuni bulutangkis sudah menjadi pilihan hidupnya, meski sebenarnya kedua orang tuanya, Nyoo Khing Swie dan Go Swan Nio, sangat menentang dan menginginkan Kim Bie konsentrasi pada sekolah dan menjadi pegawai kantoran. Belakangan, kedua orang tuanya turut bangga ketika tahu Kim Bie mampu meraih sukses di dunia bulutangkis dan menjadi pahlawan olahraga bangsa. Tidak Menuntut Sebagai seorang atlet, prestasi dan jasa Nyoo Kim Bie bisa dibilang luar biasa. Perjuangannya membantu merebut Piala Thomas tahun 1958 saat usia negara masih sangat muda membuat nama Indonesia dikenal dunia. Jasanya yang begitu besar kepada bangsa dan negara tidak lantas membuat sosok Nyoo Kim Bie besar kepala. Ketika sukses merebut Piala Thomas, tidak ada limpahan bonus seperti yang dirasakan pebulutangkis nasional era sekarang. Bagi Nyoo Kim Bie, bisa membela Tim Merah Putih merupakan kebanggaan yang tidak bisa diganti dengan materi. "Memakai kaos bergambar Merah Putih yang menempel di dada adalah hal yang sudah luar biasa bagi pemain pada saat itu," begitu Nyoo Kim Bie pernah berkata. Dalam buku Sketsa Tokoh Surabaya, Nyoo Kim Bie bercerita bagaimana keharuan pemain dan ofisial Tim Indonesia saat berhasil merebut Piala Thomas untuk pertama kalinya itu. Apalagi, persiapan untuk menghadapi kejuaraan tersebut terbilang sangat minim. Bahkan tidak banyak dukungan dana yang diberikan pemerintah saat tim berangkat ke Singapura untuk berlaga. "Ya berangkat begitu saja. Seminggu sebelumnya, saya dikasih PBSI tiket kereta api dari Surabaya ke Jakarta. Kami ditempatkan di asrama kecil dan makannya beli sendiri-sendiri. Kami juga tidak punya seragam jas," kata Kim Bie. Namun, keterbatasan itu tidak mengurangi semangat tempur Tim Piala Thomas Indonesia. Mereka tetap berjuang dengan gigih untuk mengharumkan nama bangsa dan negara. Nyoo Kim Bie dalam buku itu mengatakan bahwa dia teringat dengan pesan yang disampaikan Presiden Soekarno saat melepas keberangkatan pemain ke Singapura. "Saya yakin dan percaya bahwa anak-anak sebagai warga negara Indonesia akan memperjuangkan nama bangsa dan negara yang baru di forum internasional," katanya mengutip pesan Bung Karno waktu itu. "Sebagai seorang WNI keturunan, saya nangis betul kalau mengenang kalimat demi kalimat yang disampaikan Bung Karno pada saat itu," kenang Kim Bie yang turut berjuang mempertahankan Piala Thomas tahun 1961 dengan mengalahkah Thailand 6-3 di final. Keberhasilan itu juga mengantarkan Nyoo Kim Bie memperoleh penghargaan Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Soekarno. Beberapa penghargaan lain yang diperoleh Nyoo Kim Bie, di antaranya Tanda Jasa dari IBF pada 1987, penghargaan dari Menhankam sebagai pelatih nasional (1991) dan Satya Jasa Kelas I dari PB PBSI (1996). Atas sumbangsih dan jasanya kepada negara, Kim Bie juga mendapatkan hadiah rumah dari Bung Karno di kawasan Pucang Jajar Tengah Surabaya yang ditempati hingga dia berpulang. Berbekal kehebatan bermain bulutangkis, Kim Bie diterima sebagai pegawai Bank Exim (kini Bank Mandiri) dan pensiun pada 1988. Dengan uang pensiun sekitar Rp700 ribu per bulan, santunan dari gubernur Jatim dan tambahan penghasilan sebagai pelatih pebulutangkis anak-anak, Kim Bie sudah mengaku puas. Dia mengaku tidak pernah terbersit sedikit pun perasaan iri terhadap gelimangan bonus dan kemewahan yang diterima pebulutangkis nasional era sekarang. Dengan segala kesederhanaan, Nyoo Kim Bie menikmati kesehariannya dan tidak pernah berhenti memperhatikan perkembangan prestasi bulutangkis Indonesia. Satu pesan yang terus disampaikan kepada generasi penerusnya adalah mempertahankan tradisi merebut Piala Thomas dan mengibarkan Merah Putih di kancah internasional. "Sekarang dengan kondisi yang lebih baik dan perhatian yang begitu besar dari pemerintah, seharusnya prestasi pebulutangkis kita harus lebih baik lagi dibanding era saya dulu," ujar Nyoo Kim Bie, suatu ketika.(*)

Pewarta: Oleh Didik Kusbiantoro
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008