Surabaya (ANTARA News) - Ketua Tim Permukaan Lumpur ITS Surabaya Ir Anggraheni MSc mengatakan Kali Porong saat ini mengalami pendangkalan hingga lima meter akibat pembuangan lumpur hingga November 2007. "Padahal, kedalaman Kali Porong itu 7,5 meter, sehingga kalau pendangkalan dibiarkan akan meluap dan terjadilah banjir," katanya kepada ANTARA News di sela-sela simposium nasional tentang penanganan lumpur di rektorat ITS Surabaya, Rabu. Dalam simposium yang batal dihadiri Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto (Ketua Dewan Pengarah BPLS), Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, dan Menneg LH Rachmad Witoelar itu, ia mengatakan ITS menolak pembuangan lumpur ke Kali Porong. "Bukan hanya pendangkalan yang memicu banjir, tapi pembuangan lumpur ke Kali Porong selama ini juga tidak efektif, sebab lumpur yang dibuang terbukti tak pernah sampai ke laut, melainkan mengendap dimana-mana, sehingga berbahaya karena mengancam kapasitas kali," katanya. Senada dengan itu, anggota Tim Permukaan Lumpur ITS Surabaya Prof Ir Noor Endah PhD mengajukan alternatif yang ditawarkan tim ITS yakni lumpur di buang ke wetland (lahan basah yang merupakan bekas tambak atau rawa-rawa), tapi perlu dibuatkan "pengarah" dengan lebar 200 meter dan panjang dua kilometer untuk sampai ke wetland. "Biayanya memang mahal, tapi kalau ingin murah, maka lumpur dapat diarahkan ke wetland dengan bantuan pompa yang dirancang tim Star Pump ITS, kemudian dialirkan ke wetland dengan dicampur semen saat keluar dari pompa agar menjadi tanah solid. Dengan cara itu, kawasan wetland dapat menjadi daerah reklamasi," katanya. Daerah reklamasi, kata mantan Pembantu Rektor (PR) I ITS Surabaya itu, dapat dijadikan kawasan industri atau daerah pemukiman, sehingga pemilik tambak akan memiliki nilai lebih atas lahan miliknya dibanding ganti rugi dalam bentuk tambak. Pendapat berbeda dikemukakan Deputi Bidang Operasi M Sofian Hadi Djoyopranoto. "Itu berbeda dengan temuan kami di lapangan, karena Kali Porong itu ternyata memiliki kemampuan menampung lumpur yang luar biasa," katanya. Menurut dia, debit air di Kali porong pada Oktober- November mencapai 1.600 meterkubik/detik, kemudian November menjadi 400 meterkubik/detik, tapi setelah kena hujan 10 hari justru berubah menjadi 1.240 meterkubik/detik. "Sekarang sudah menjadi 1.533 meterkubik per-detik, karena itu kemampuan Kali Porong dalam menampung lumpur tak perlu diragukan, karena ada proses penggerusan tepian Kali Porong sekitar 2-12 meter, meski pun kami harus menyiapkan lima alat keruk. Jadi, di lapangan ada perbedaan," katanya. Namun, Ketua Tim Geomatika ITS Surabaya Prof Ing Ir Teguh Hariyanto MSc mempunyai pendapat lain. "Jembatan Porong tinggal enam bulan lagi akan ambles (menurun) akibat `land subsidance` (penurunan tanah) yang disebabkan `beban` lumpur sejak 29 Mei 2006, tapi kami masih meneliti indikasi yang kami amati," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007