Jakarta (ANTARA News) - Sorotan-sorotan yang dikemukakan Komisi I DPR pada uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) panglima TNI dinilai seorang analis politik-kemiliteran dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) sebagai "kondisi nyata" yang ada di TNI. "Rendahnya kesejahteraan prajurit, profesionalisme, netralitas TNI dalam politik, komitmen terhadap reformasi di TNI hingga masalah kontroversi re-ekspor 35 mobil pesanan TNI-AD, itu semua adalah kondisi nyata, sehingga menjadi tugas Panglima TNI yang baru untuk menuntaskannya," kata Mayjen TNI (Pur) Glenny Kairupan, yang juga staf pengajar di Lemhannas, di Jakarta, Kamis. Ia mengemukakan hal itu saat diwawancarai ANTARA sehubungan dengan telah disetujuinya Jenderal TNI Djoko Santoso -- yang masih menjabat Kepala Staf TNI-AD --oleh sidang pleno Komisi I DPR setelah proses uji kelayakan dan kepatutan selama 12 jam pada Rabu (5/12) malam, menjadi Panglima TNI menggantikan pejabat sebelumnya Marsekal TNI Joko Suyanto. Djoko Santoso menjadi calon tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada DPR. Menurut dia, persoalan kesejahteraan prajurit di tingkat bawah dan juga purnawirawan, seperti yang disampaikan beberapa anggota Komisi I seperti Markus Silano dari Fraksi Partai Demokrat, Yuddy Chrisnandy dari Fraksi Partai Golkar dan Permadi dari Fraksi PDIP, selama ini merupakan masalah nyata yang ada dan dialami oleh keluarga-keluarga prajurit TNI. Selain itu, kata dia, yang juga tidak kalah pentingnya -- yang tidak mengemuka saat uji kelayakan dan kepatutan --adalah soal tingkat kedisiplinan, yang berwujud pada kasus-kasus konflik dan perkelahian antara satuan-satuan di TNI dan juga dengan lembaga lain seperti Polri, yang masih terjadi. "Konflik semacam itu, tentu terkait dengan tingkat kedisiplinan dan itu sangat memengaruhi performa profesionalisme di tubuh TNI, sehingga Panglima TNI juga menjadikannya prioritas pada program-program kerjanya," kata mantan Komandan Korem (Danrem) 073/Makutaratama, Salatiga, itu. Ikhwal sorotan Yuddy Chrisnandy dan Permadi, yang meminta Panglima TNI baru harus pula memerhatikan perumahan bagi prajurit aktif dan para purnawirawan, ia melihat bahwa hal itu juga bisa merujuk pada permintaan pertanggungjawaban pada proses hukum dugaan penyelewengan dana prajurit TNI, yang sebelumnya dikelola PT Asabri sebesar Rp410 miliar. Kalau dana tersebut dialokasikan untuk kebutuhan prajurit di tingkat menengah dan bawah, katanya, maka hal itu jelas bisa membantu tingkat kesejahteraan prajurit, khususnya pada pemenuhan kebutuhan perumahan. "Tentu saja apa yang disampaikan anggota Komisi I DPR itu, karena merupakan kondisi nyata yang ada di tubuh TNI, menjadi pekerjaan rumah utama Panglima TNI baru untuk bisa mewujudkannya," kata Glenny Kairupan, yang pernah satu kamar dengan Presiden SBY saat aktif di divisi korps taruna Akabri --semacam Senat Mahasiswa-- tahun 1973 itu. Yuddy Chrisnandy dari Fraksi Partai Golkar mengungkapkan, hingga kini masih banyak prajurit TNI yang masih tinggal di rumah kos, rumah kontrakan bahkan tinggal bersama mertua. Padahal, sudah menjadi kewajiban para pelaku kebijakan pertahanan untuk memberikan berbagai fasilitas yang layak bagi prajurit, termasuk dalam hal perumahan. "Tidak adanya komitmen yang kuat dari pimpinan TNI selama ini terhadap kesejahteraan prajurit, kenaikan uang lauk pauk yang harus diperjuangkan secara alot oleh komisi I DPR," katanya. Jadi, tambah dia, panglima TNI mendatang hendaknya menjadikan kesejahteraan prajurit sebagai modal dasar dan utama dalam mewujudkan profesionalisme TNI ke depan. (*)

Copyright © ANTARA 2007