Bengkulu (ANTARA News) - Sekira 140 dari 200 ekor gajah liar di Bengkulu kehilangan habitat akibat adanya perubahan fungsi hutan seperti untuk perkebunan dan sebagian rusak karena perambahan. Kini ratusan gajah itu terpaksa hidup berpencar-pencar dan merusak tanaman warga seperti kelapa sawit, karet, dan tanaman lain, kata Humas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu Darwis Saragih, Selasa, Ia mengatakan, sebelumnya gajah liar itu berhimpun dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis I dan II yang luasnya sekitar 13.000 hektare (Ha), kawasan hutan itu merupakan hutan koridor yang menghubungkan hutan PLG dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). "Kawasan hutan itu pernah diusulkan ke pemerintah pusat (Departemen Kehutnanan), agar disetujui menjadi kawasan hutan koredor," katanya. Namun sebelum disetujui pemerintah pusat, sekarang kawasan itu sudah berobah menjadi kebun kelapa sawit masyarakat dan perkebunan besar, bahkan diduga sudah ada ratusan sertifikat di kawasan itu. Pada saat mengusulkan kawasan hutan itu menjadi koridor bagi satwa langka gajah dan harimau, Penjabat Gubernur Bengkulu saat itu Seman Widjojo juga sudah setuju. Darwis berharap hutan koridor itu bisa dipertahankan untuk menyelamatkan 140 ekor gajah tersebut, sebab jika kawasan itu rusak maka gajah-gajah liar itu terancam kelaparan dan dibunuh masyarakat, karena mengggangu tanaman mereka. Jika 140 gajah liar itu harus dihimpun di kawasan hutan PLG yang luasnya 6.800 Ha jelas tak mencukupi, sebab saat ini sudah ada sekitar 60 ekor gajah liar dan 23 ekor gajah latih di lokasi itu. "Kami berharap pemerintah pusat secepatnya mengambil keputusan atas usulan kawasan koridor itu, agar ratusan gajah liar di daerah itu terselamatkan," ujarnya. Berdasarkan data yang dihimpun dari Kabupaten Bengkulu Utara menyebutkan, dalam kawasan hutan HPT itu sekarang sudah ada sekitar 200 persil sertifikat yang dikeluarkan pada tahun 2000 lalu. Sementara kawasan hutan yang sudah rusak di HPT Lebong Kandis I dan II mencapai 5.000 Ha, dengan jumlah perambah yang cukup banyak, sementara pembukaan baru masih terus berlangsung. Di tengah gencarnya pemerintah untuk mengantisipasi ancaman pemanasan bumi secara global, pembukaan kawasan hutan di Bengkulu masih belum teratasi. Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutnan Bengkulu utara Ir Edy Susanto belum lama ini mengaku kesulitan mengatasi perambah antara lain karena tidak adanya dukungan dana yang cukup. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Ir Chairil Burhan, secara terpisah mengatakan, kawasan hutan di Bengkulu luasnya sekitar 920 ribu hektare 40 persen di antaranya sudah rusak akibat perambah dan penebangan liar. Untuk memulihkan kawasan yang rusak itu, diperlukan kesadaran semua pihak agar tidak membuka kawasanan hutan secara liar dan bagi yang sudah terlanjur merambah dengan waktu di atas lima tahun akan diikutkan menjadi peserta hutan tanaman rakyat. Bagi masyarakat yang baru berminat membuka hutan, diminta membatalkan niatnya, karena akan berhadapan dengan hukum.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007