Nusa Dua (ANTARA News) - Laksamana Sukardi, mantan Menneg BUMN, sengaja diminta datang ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung guna dimintai keterangan sebagai tersangka terkait kasus penjualan kapal tanker raksasa atau Very Large Crude Carier (VLCC) milik Pertamina. "Dia kami panggil sebagai tersangka sehubungan telah ditemukan petunjuk bahwa mantan Menneg BUMN tersebut telah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Agung, Hendarman Supandji, di Nusa Dua, Bali, Senin. Di sela-sela seminar dan konferensi internasional anti-korupsi, Jaksa Agung menyebutkan, pihaknya yang melakukan penyelidikan, mendapat petunjuk kuat dalam kasus penjualan kapal tanker VLCC terjadi perbuatan korupsi. Terkait itu, Laksamana Sukardi merupakan salah satu dari tiga orang yang telah dibidik sebagai tersangka, katanya. Mengenai adanya kesalahan dalam surat pemanggilan, Hendarman mengakui hal tersebut sempat terjadi, namun dikatakan bahwa itu hanya pada sampul suratnya saja. "Memang dalam sampul surat tertera pemanggilan untuk saksi, namun yang terpenting kan isi suratnya," kata Hendarman dengan menambahkan, itu semata-mata terjadi karena kesalahan teknis. Terkait kesalahan yang terjadi dalam surat pemanggilan tersebut, Petrus Selestinus, pengacara Laksamana di Jakarta, meminta agar kliennya diturunkan statusnya menjadi saksi, mengingat belum ada pasal yang dilanggar. "Kalau Kejagung belum menemukan pasal yang disangkakan kepada Laksamana Sukardi, sebaiknya status Laksamana diturunkan menjadi saksi," katanya. Petrus juga menilai penetapan tersangka terkesan terburu-buru serta ada banyak tekanan politik. "Sebetulnya Kejagung belum siap untuk merampungkan bahwa Laksamana Sukardi itu melakukan korupsi," katanya. Apalagi, kata Petrus, tidak adanya pasal yang disangkakan kepada Laksamana yang sekarang menjabat Koordinator PKN PDP itu, merupakan pelanggaran terhadap Pasal 112 KUHAP yang menyebutkan pemeriksaan seorang tersangka itu harus jelas apa alasan pemanggilannya. Menyinggung adanya tekanan politik, Jaksa Agung menyebutkan bahwa pihaknya dalam melakukan penyilidikan perkara, tidak pernah mendapat tekanan dalam bentuk apapun. "Tidak ada bentuk tekanan dari pihak manapun, dan ini murni kasus pidana, bukan urusan politik," katanya menandaskan. Seminar dan konferensi yang diprakarsai KPK bekerja sama dengan sekretariat Inisiatif Anti Korupsi ADB/OECD untuk Asia Pasifik selama tiga hari itu, dikuti sekitar 150 peserta dari 30 negara. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007