Bandarlampung (ANTARA News)- Mantan Kasum TNI, Suaidy Marasabessy, mengatakan TNI memang telah banyak melakukan perubahan struktural sehingga mendapatkan banyak pujian dari luar negeri, namun Indonesia jangan sampai terbuai oleh pujian itu sehingga lalai dalam membangun militer yang kuat. "Kita jangan terbuai pujian supaya tidak lalai membangun TNI yang kuat. Militer yang disegani oleh kekuatan regional dan global dapat menjadi kekuatan pendukung upaya diplomasi kita yang masih sering keteteran," kata sesepuh TNI pensiunan jenderal berbintang tiga itu, saat dihubungi di Jakarta, Senin. Berbicara reformasi internal TNI, katanya, maka ada dua hal yang perlu direformasi, yakni struktural dan kultural. "Reformasi struktural sudah banyak dilaksanakan, walaupun hal itu masih terus berproses. Mungkin inilah yang menjadi dasar pujian pihak luar negeri," katanya. Padahal, reformasi internal TNI dikatakan berhasil bila reformasi kultural telah berjalan dengan baik, dan hal itu terletak pada sejauh mana "jatidiri TNI" dapat diwujudkan oleh negara dan Mabes TNI, serta dilaksanakan para prajurit di lapangan. Menurut UU No 34 tahun 2004 tentang TNI, Jatidiri TNI itu adalah tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional. TNI memang tentara rakyat karena keanggotaan TNI berasal dari rakyat, sementara perwujudan sebagai tentara pejuang dan tentara nasional sangat tergantung pada kemampuan negara untuk membangun tentara yang profesional. Sehubungan itu, Suaidy mengatakan bahwa reformasi internal TNI belum berhasil diwujudkan jika militer belum profesional. Tanpa profesionalisme, maka reformasi internal TNI itu hanya pada aspek fisik saja, padahal aspek nonfisik yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas TNI. Selain itu, reformasi sejauh ini masih pada tuntutan pelaksanaan kewajiban oleh para prajurit, tetapi hak- hak mereka belum sepenuhnya diberikan oleh egara. "Agar reformasi internal itu bisa dikatakan berhasil, maka masih banyak yang harus dilakukan oleh negara," kata Ketua DPP Partai Hanura itu. Dari aspek politik praktis Dalam kesempatan terpisah, lembaga kajian The Indonesian Institute (TII) menyebutkan keberhasilan pelaksanaan reformasi internal TNI yang digulirkan sejak 1988 cenderung dinilai hanya dari sisi politik praktis, seperti anggota aktif TNI tidak lagi duduk sebagai anggota legislatif dan jabatan politik lainnya. "Agenda reformasi TNI di bidang politik bisa dikatakan sudah hampir selesai, karena TNI tidak lagi berpolitik praktis. Agenda reformasi di bidang politik ini yang dipuji banyak pihak, termasuk Prof Alfred C Stepan, Guru besar ilmu politik Universitas Columbia New York, Amerika Serikat," kata Direktur Eksekutif TII, Jeffrie Geovanie. Selain dari sisi politik, masih ada sejumlah agenda reformasi internal militer lainnya yang masih belum tuntas hingga sekarang, yakni penataan bisnis militer, restrukturisasi organisasi TNI di bawah Departemen Pertahanan dan penguatan kontrol sipil atas militer melalui DPR. Anggota Dewan Penasehat CSIS itu juga mengatakan bahwa tingkat kesejahteraan dan disiplin prajurit masih belum memuaskan, padahal kedua faktor itu sangat berperan dalam upaya peningkatan profesionalisme militer. Sebelumnya, Prof Alfred C Stepan menilai reformasi internal TNI berlangsung menakjubkan, seperti tidak lagi memiliki kursi di DPR, meski punya jatah sampai 2009 dan melepaskan Dwifungsi ABRI (TNI-Polri). Padahal di beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Laos, Vietnam, Thailand dan Myanmar, justeru militer melakukan kudeta.

Copyright © ANTARA 2007