Sana`a (ANTARA News) - Mengaitkan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) dengan gerakan aliran sesat di Tanah Air tidak tepat secara logis maupun secara hukum. Karena itu, pemerintah seharusnya tidak perlu ragu-ragu untuk menindak tegas aliran sesat. Demikian kesimpulan sejumlah cendekiawan dan tokoh mahasiswa Indonesia yang bermukim di Yaman, Sabtu (3/11), sehubungan dengan maraknya aliran sesat di Tanah Air dan sikap keberatan sejumlah pakar Indonesia yang menilai penindakan atas aliran itu melanggar HAM. "Bila selalu mengatasnamakan HAM, maka hukum tidak ada artinya. Apakah kita sudi keluarga perempuan kita digauli pemuda ganteng di luar nikah atas nama HAM, jawabannya pasti tidak akan menerima," papar Dr. M Luthfi, MA. "Apabila kita menolak perzinahan itu dikaitkan dengan HAM untuk membebaskan pelakunya dari hukuman, maka pembebasan hukuman atas otak penyesatan aqidah dengan alasan HAM lebih utama untuk ditolak dikaitkan dengan HAM," tegas pakar syariah alumni Gontor itu. Menyangkut pelanggaran akidah, lanjut alumni Al-Azhar Kairo asal Lombok itu, mengemukakan pemerintah perlu merujuk kembali kepada kaidah ushul fiqh (dasar hukum Islam) yang berbunyi "dar`ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih" (mencegah kejahatan lebih diutamakan dari mengambil manfaat). "Itu artinya menindak aliran sesat untuk menyelamatkan akidah umat lebih utama dari mempertimbangkan keselamatan segelintir orang, karena takut dinilai melanggar HAM oleh Barat," tandasnya lagi. Sementara itu, Badrul Munir, MA yang juga tidak setuju mengaitkan tindakan hukum atas aliran sesat dengan HAM mengingatkan tentang pentingnya menjaga akidah umat dari kesesatan. Mahasiswa senior asal Aceh yang sedang menyelesaiakan S3 itu mengutip kata Imam Syafei, "berjumpa Tuhan dengan dosa sebesar apapun, selain syirik, lebih baik daripada berjumpa dalam kesesatan karena hawa nafsu." "Perkataan salah satu Imam Mazhab empat ini sangat penting untuk dihayati kaum Muslimin Indonesia yang sebagian besar bermazhab Syafei, karena menjaga akidah umat dari kesesatan adalah tanggung jawab bersama," tegasnya. Ia sepakat tentang perlunya melakukan tindakan tegas oleh pemerintah terhadap aliran sesat, seperti tokoh-tokoh Al-Qiyadah yang saat ini meresahkan sebagian masyarakat Muslim Indonesia. Sedangkan Muhaimin, MA menilai pengaitan tindakan aliran sesat dengan HAM tidak proporsional, karena manusia tidak mungkin dibiarkan sebebas-bebasnya melakukan apa saja yang dikehendaki berdasarkan hawa nafsu mereka. "Kebebasan mutlak dalam Islam tidak ada. Bila manusia dibiarkan melaksanakan kebebasan secara mutlak, maka kehidupan ini akan berabai tidak ada lagi tatanan kehidupan yang harmonis," tegasnya. (*)

Copyright © ANTARA 2007