Jakarta (ANTARA) - Bekas Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Supriyono mengaku bahwa Deputi IV Kemenpora Mulyana minta dibelikan mobil Toyota Fortuner, mobil itu dibelikan menggunakan dana dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

"Ada permintaan dari KPA (Kuasa Pengguna Anggara), Pak Mulyana mobilnya sudah rusak, untuk mengikuti "voorijder" ketinggalan, jadi dia minta dibelikan mobil. Awalnya minta Fortuner, berubah jadi Pajero, berubah lagi Fortuner, beliau sempat tanya juga kira-kira uangnya dari mana, saya jawab 'Saya pikir dulu dari mana uangnya'," kata Supriyono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Supriyono adalah bekas Bendahara Pengeluaran Pembantu untuk satuan pelaksana Program Indonesia Emas dan Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (P2ON) Kemenpora.

Ia bersaksi untuk terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy yang didakwa menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dengan satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 (sekira Rp900 juta) serta Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta senilai Rp215 juta.

Dalam dakwaan disebutkan untuk memperlancar pencairan proposal hibah tugas pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada multi event Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 sebesar Rp51,529 miliar, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy membelikan satu unit mobil Toyota Fortuner VRZ TRD hitam seharga Rp489,9 juta yang kepemilikannya diatasnamakan supir Supriyono, Widhi Romadoni.

"Saya pernah pinjam uang ke pihak KONI Rp1 miliar, lupa tepatnya kapan, tahun 2018. Untuk membiayai kegiatan-kegiatan Kemenpora di program PON, dalam perjalanannya uang itu digunakan untuk membelikan mobil tapi mobil sudah dikembalikan," ungkap Supriyono.

Supriyono mengaku meminjam uang itu ke Ending Fuad Hamidy karena pada awal tahun Kemenpora belum bisa mengajukan anggaran.

"Seingat saya Rp520 juta untuk membeli Fortuner, sisanya untuk operasional. Saya pergi ke Pak Hamidy cerita, saya sampaikan mau pinjam uang Rp1 miliar salah satunya untuk beli Fortuner," tambah Supriyono.

Supriyono mendatangi Ending pada sekitar April 2018 dan uang Rp1 miliar diambil ke kantor KONI pusat.

"Saya diberikan bagian keuangan Bu Henny dan stafnya namanya mas Sahid secara 'cash'," ungkap Supriyono.

Setelah mendapat uang Rp1 miliar dari Ending, Supriyono lalu menyuruh supirnya Widhi Romadoni untuk membelikan Fortuner ke Tunas Toyota cabang Ciputat.

"Mobil dibeli 'by' transfer, saya hubungi pihak Toyota, tanya diskon berapa, 'deal' lalu dibayar, supir saya yang membayar, mobil beberapa hari kemudian dibawa lalu diantar ke rumah Pak Mulyana," ungkap Supriyono.

Supriyono mengaku Mulyana tidak mau memberikan KTP-nya untuk pencatatan kepemilikan surat mobil.

"Karena Pak Mulyana tidak mau berikan KTP saat saya minta, terus Pak Mulyana mengatakan atas nama supir kamu saja, supir saya mau ya sudah atas nama Pak Widhi," jelas Supriyono.

Mobil itu menurut Supriyono hanya digunakan Mulyana selama 3 bulan.

"Hanya sekitar 3 bulanan digunakan, beliau (Mulyana) kirim 'whatsapp' saya untuk ambil mobilnya," ungkap Supriyono.

Fortuner tersebut dijual Rp445 juta oleh Supriyono.

"Rp445 dan sisa Rp1 miliar untuk apa saja kegiatannya?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Agus.

"Saya tidak ingat," jawab Supriyono.

Supriyono mengaku uang itu dikembalikan karena Kemenpora sudah mulai terendus penegak hukum.

"Dikembalikan karena ada panggilan dari Kejaksaan terkait 'reimburse' Rp6,3 miliar," ungkap Supriyono.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019