Jakarta (ANTARA) - Calon anggota legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dara Nasution menyatakan sebagai politisi perempuan berusia muda dia menghadapi tantangan ganda dan harus berjuang lebih keras untuk memenangi persaingan menduduki kursi wakil rakyat dalam pemilihan umum.

Perempuan 23 tahun itu merasa menjadi "minoritas ganda" dalam dunia politik sebagai perempuan milenial.

"I always have to work twice, bahkan triple times harder than everyone untuk membuktikan aku bisa," katanya di Jakarta, Jumat (29/3), menggambarkan bagaimana dia harus bekerja lebih keras ketimbang politisi lain.

Ketika ditanya mengenai hambatan dalam prosesnya berpolitik, calon anggota DPR dari PSI untuk daerah pemilihan Sumatera Utara III itu menjawab, "sebagai perempuan aku merasa enggak didengar, diremehkan, dan dilecehkan."

Dara mengatakan bahwa di dunia nyata orang-orang memang tidak terlalu menunjukkan sikap perlawanan kepadanya.

"Tapi kalau di media sosial, di mana itu enggak ketemu langsung, harassment-nya (pelecehan) kerasa sekali. Jadi aku merasa dari hari pertama nyaleg sampai sekarang, keperempuananku selalu di-attack (serang). Orang enggak melihat substansi aku ngomong apa," tutur Dara.

Lulusan terbaik Universitas Indonesia tahun 2017 itu juga mengemukakan bahwa sebagai anak muda dia sering dipandang sebelah mata.

"Banyak banget yang bilang 'kamu kan masih muda', seolah-olah kita yang muda ini enggak bisa ikut berpartisipasi mikirin negara," katanya.

Padahal, menurut dia, setiap elemen masyarakat, termasuk anak muda, harus memiliki wakil di parlemen untuk membahas berbagai isu dengan perspektif mereka.

Calon anggota DPR dari Partai Golkar untuk daerah pemilihan Jawa Barat VII Puteri Komarudin (25) juga merasakan hal yang serupa dengan Dara.

"Aku triple minority malah, karena aku anak seorang figur jadi orang ngelihat aku tuh dari awal sudah ‘ini anak enggak bisa apa-apa, cuma dompleng bapak doang'," kata anak pertama dari politisi senior Partai Golkar Ade Komarudin itu ketika ditemui di kediamannya di daerah Jakarta Selatan.

Pandangan orang yang semacam itu mendorong Puteri berusaha menunjukkan kinerja.

"Begitu mereka mulai ngobrol sama aku, terus kerja bareng aku, baru mereka 'oh ternyata aku harus nganggep dia serius'," kata dia.

Sementara mengenai identitas caleg milenial, Puteri menyebut penggunaan istilah itu berlebihan dan terlalu mengkotak-kotakkan.

"Makanya dibilang caleg milenial menurut aku enggak (pas), karena caleg is caleg. Kita masuk dengan persyaratan yang sama, perjuangan yang sama, sepak terjang yang sama," ujar Puteri.

Dia menambahkan bahwa meskipun belum berpengalaman jika dibandingkan dengan politisi senior, namun tujuan politisi muda dalam berpolitik pada prinsipnya sama dengan mereka.

"Cuma kan at the end of the day (pada akhirnya) warna yang mau kita kasih tuh sama kan, pengabdian kepada masyarakat, mewakili aspirasi masyarakat," katanya.

Menurut data Komisi Pemilihan Umum, jumlah calon anggota legislatif (caleg) peserta pemilihan umum 2019 sebanyak 7.968 orang yang terdiri atas 4.774 laki-laki dan 3.194 perempuan.

Sementara caleg dari kalangan milenial, menurut hasil kajian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, proporsinya sekitar 21 persen dari seluruh caleg.
 
Baca juga:
Pemerintah berupaya tingkatkan keterwakilan perempuan di legislatif
Jokowi harapkan caleg perempuan kampanye dari rumah ke rumah warga


 

Pewarta: Virna P Setyorini/Suwanti
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019