Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Mahkamah Agung (MA) untuk menolak upaya hukum luar biasa, yakni Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh 24 terpidana kasus korupsi.

"Atas kondisi seperti ini, maka wajar publik khawatir dengan maraknya terpidana korupsi yang mengajukan PK. Sebaiknya hal ini juga patut menjadi perhatian bersama," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu.

Upaya PK dilakukan agar narapidana korupsi bisa lolos dari jeratan hukum pidana korupsi atau pengurangan hukuman.

ICW mencatat, terhitung sejak periode 2007 sampai 2018, ada sebanyak 101 narapidana yang dibebaskan, 5 putusan lepas, dan 14 dihukum Iebih ringan daripada tingkat pengadilan pada fase PK.

Menurut dia, dengan maraknya upaya PK para narapidana koruptor, ICW sendiri berharap agar MA dapat menolak setiap permohonan PK yang diajukan oleh terpidana korupsi.

Selain itu, KPK juga diminta untuk terus mengawasi jalannya persidangan serta Hakim yang memeriksa PK terpidana korupsi.

"Komisi Yudisial sebaiknya juga turun langsung untuk mengawasi perilaku hakim yang menyidangkan PK. Tentu ini menjadi sinyal bahwa persidangan di tingkat MA harus mendapat perhatian khusus, agar nantinya para Hakim dapat memutuskan secara objektif tanpa adanya intervensi dari pihak manapun," ungkapnya.

Dari catatan ICW, 24 terpidana korupsi yang saat ini tengah mengajukan PK, merupakan terpidana korupsi yang berasal dari berbagai macam latar belakang kasus.

Diantaranya, Rico Diansari (perantara suap gubernur Bengkulu) yang dihukum selama 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta, Bupati Rokan Hulu Suparman (menerima suap RAPBD) yang divonis 4,5 tahun dan denda Rp200 juta, Wakil Rektor UI Tafsir Nurchamid (pengadaan barang dan jasa proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi gedung perpustakaan UI) yang divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Anas Urbaningrum (korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang) dengan bonus 14 tahun penjara denda Rp5 miliar, uang pengganti Rp57 miliar dan 5 juta dolar AS; mantan Menkes Siti Fadilah Supari (pengadaan alat kesehatan) yang divonis 4 tahun penjara denda Rp200 juta uang pengganti Rp1, 9 miliar; mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (korupsi penyelenggaraan haji) yang divonis 10 tahun penjara denda Rp300 juta uang pengganti Rp1, 8 triliun.

Choel Mallarangeng (korupsi proyek pembangunan P3SON di bukit Hambalang) yang divonis 3,5 tahun penjara denda Rp250 juta; mantan anggota DPRD Sumut Guntur Manurung (suap DPRD Sumut) yang divonis 4 tahun penjara denda Rp200 juta uang pengganti Rp350 juta; Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar (suap penjualan kapal perang SSV kepada instansi pertahanan Filipina) yang divonis 4 tahun penjara denda Rp200 juta.

Mantan Menteri ESDM Jero Wacik (korupsi dana operasional menteri) yang divonis 8 tahun penjara denda Rp300 juta uang pengganti Rp5 miliar; mantan Ketua DPD RI Irman Gusman (suap gula impor) yang divonis 4,5 tahun penjara denda Rp200 juta; mantan Hakim MK Patrialis Akbar (suap JR UU Peternakan dna Kesehatan Hewan) yang divonis 8 tahun penjara denda Rp300 juta uang pengganti 10 ribu dollar AS dan Rp4 juta; dan mantan anggota DPR RI Dewie Yasin Limpo (suap pembahasan anggaran proyek pembangkit listrik mikrohidro di Kabupaten Deiyai) yang divonis 8 tahun penjara denda Rp200 juta.

"Sejak tahun 2018, mereka mengajukan PK ke MA," kata Kurnia.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019