Jakarta (ANTARA) - Ketua Perhimpunan Pemilik Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) Apartemen The Lavande Residences Hardi Saputra Purba minta agar Peraturan Gubernur Nomor 132 tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik ditinjau kembali untuk menghindari polemik.

"Saya mengimbau Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mencabut Pergub daripada bermasalah di belakang hari. Akan banyak permasalahan yang ditimbulkan oleh Pergub yang bertentangan dengan peraturan di atasnya," kata Hardi di Jakarta, Selasa.

Hardi mencontohkan pasal 103 yang bertentangan dengan pasal 37 Permen PUPR Nomor 23/PRT/M/2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun yang menyebutkan dalam hal kepengurusan PPPSRS itu masih berjalan atau belum berakhir, maka penyesuaian-penyesuaian, termasuk perubahan AD/ART, pembentukan panmus (panitia musyawarah), dan lain-lain, itu dilaksanakan setelah berakhirnya masa jabatan.

"Sementara di Pergub DKI, pasal 103 Pergub berbunyi dalam hal PPPSRS sudah terbentuk dan jangka waktu kepengurusannya belum berakhir pada saat Peraturan Gubernur ini berlaku, maka penyesuaian struktur organisasi, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Tata Tertib PPPSRS dilakukan paling lambat tiga bulan terhitung sejak Peraturan Gubernur ini mulai berlaku," kata Hardi.

Hardi juga mempersoalkan pernyataan Anies yang malah menyebutkan praktik-praktis ketidakadilan ini jamak dilakukan mayoritas rumah susun (apartemen) di Jakarta serta rencananya untuk mengembalikan pengelolaan apartemen berdasarkan prinsip keadilan, termasuk melibatkan penghuni sebagai pengurus.

Padahal Anies hanya mendengar keluhan dari beberapa oknum penghuni yang sebenarnya punya kepentingan terhadap pengurusan PPPSRS di The Lavande Residence," ujar Hardi.

Polemik kunjungan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Apartemen The Lavande Residences (TLR) berawal dari sosialisasi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik pada Senin (18/2).

Dalam kunjungan tersebut, Anies disambut dengan keluh kesah puluhan penghuni yang sudah menunggunya. Para penghuni mengadu kepada Anies pengelola apartemen senewang-wenang menaikkan iuran pengelolaan lingkungan (IPL) dan pengurus Perhimpunan Pemilik Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) adalah “boneka” developer.

Mendengar keluhan-keluhan tersebut, Anies, kata Hardi, mengeluarkan pernyataan yang dinilai sangat emosional, tanpa mengecek dan mendalami persoalan riil yang terjadi di apartemen itu.

Hardi mengatakan, ada oknum (penghuni) yang tidak terakomodir kepentingannya, akhirnya bermanuver seperti ini. Oknum ini pernah berusaha memasukan vendor untuk satu pekerjaan dan minta vendornya dapat diterima.

“Waktu itu kami tolak halus, karena kontrak dengan pihak lain sedang berjalan. Harusnya kita tunggu selesai kontraknya. Tapi dia tidak sabaran, akhir dia menjelek-jelekkan pengurus PPPSRS,” ujar Hardi.

Hardi mempersilahkan, oknum-oknum yang mengadu kepada Anies membuktikan tuduhan secara hukum. Misalnya pengurus PPPSRS itu "bonekanya" developer. Hardi tak terima dituduh sebagai “boneka” developer, karena sampai detik ini dia tidak pernah bekerjadi Agung Podomoro Group.

“Saya murni profesional. Silahkan buktikan sendiri. Tapi semangatnya sama, bahwa kita ingin menjalankan Pergub. Cuma jangan sampai Pergub itu bertentangan dengan peraturan yang tinggi di atasnya. Kita sudah sampaikan beberapa pasal yang bertentangan dengan Permen,” tuturnya.

Terkait dengan tuduhan pengurus PPPSRS secara semena-mena menaikkan iuran pengelola lingkungan (IPL) dalam setahun naik 3 kali, Hardi juga menyayangkan Anies langsung percaya dengan hal itu, tanpa melakukan cek silang ke pengurus PPPSRS dan Badan Pengelola.

Dia mengatakan, keputusan menaikkan IPL itu bukan diputuskan oleh pengurus, tapi hasil RUTA (Rapat Umum Tahunan Anggota) 2015. Disepakati IPL naik Rp3.000.

Tapi ada opini yang salah yang dibentuk selama ini di media. Diskenariokan seolah-olah dalam setahun naiknya 3 kali.

“Yang benar itu. Disepakati dalam RUTA naiknya Rp3.000, tapi ada permintaan dari warga bahwa jangan langsung Rp3.000, tapi dibuat bertahap biar kenaikannya tidak terasa," katanya.

Oleh pengurus, kata dia, itu langsung setuju. "Sehingga kita sepakati dalam setahun kita naikan bertahap per 4 bulan Rp1.000. Pada saat RUTA oknum-oknum tersebut hadir, dan tahu keputusan itu. Salah besar kalau dikatakan pengurus yang menaikan, tapi itu amanah RUTA. Dan sudah tiga tahun ini tidak ada kenaikan IPL,” tegasnya.

Kalau Gubernur mau benar-benar adil, Hardi mendesak Anies mendatangi juga ratusan pengurus PPPSRS apartemen lainnya di seluruh DKI Jakarta tidak hanya TLR. Selama ini Anies tidak adil hanya menyoroti TLR, padahal permasalahan dan kondisi yang sama terjadi di ratusan site apartemen lain di DKI Jakarta.

Sejak bulan Februari lalu, pengurus PPPSRS TLR sudah 2 kali membuat surat ke Gubernur DKI Jakarta menanyakan arahan terkait dengan pertentangan antara Pasal 37 di permen dengan Pasal 103 Pergub, namun sampai hari ini belum mendapatkan tanggapan.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019