Kuala Lumpur (ANTARA News) - Negara-negara Asia Tenggara tidak akan pernah mencabut keanggotaan Myanmar dari ASEAN, organisasi perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara, meski Myanmar melakukan penumpasan berdarah terhadap unjuk rasa besar, kata menteri luar negeri Malaysia, Selasa, sesudah melakukan percakapan dengan utusan PBB. Rezim militer di Myanmar sedang berada dalam tekanan kuat internasional, setelah bulan lalu membubarkan unjuk rasa damai. Menteri luar negeri Malaysia, Syed Hamid Albar, menolak saran sejumlah pihak, agar Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencabut keanggotaan Myanmar. "Jika anda ingin Myanmar tetap terlibat, maka pertama-tama kita tidak boleh berbicara mengenai pencopotan. Tak ada yang bisa berbicara jika anda mengancam dengan berbagai macam hal," kata menteri luar negeri Malaysia itu saat jumpa pers. "Yang kedua, tidak ada mekanisme pencabutan keanggotaan di ASEAN. ASEAN tidak akan pernah menempuh jalan itu," katanya sesudah bertemu dengan utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ibrahim Gambari. Gambari sedang melakukan perjalanan regional untuk menambah tekanan kepada rezim di Myanmar supaya mereka menghentikan penindasan terhadap para penentang, melepaskan tahanan politik dan mengadakan pembicaraan dengan oposisi yang pro-demokrasi. Malaysia mensponsori Myanmar untuk bergabung dengan ASEAN pada 1997, tetapi belum lama ini mereka menjadi sangat kritis terhadap negara yang diperintah para jenderal itu, setelah Syed Hamid diabaikan saat berkunjung ke negara itu tahun lalu. Menteri tersebut mengatakan, para tetangga Myanmar harus berusaha mencegah bangsa tertinggal itu dari semakin terisolasi secara internasional, khususnya dengan membina dialog antara Myanmar dengan PBB. "Tugas terpenting ASEAN adalah memberi dorongan dan dukungan, setiap kali kami dapat berperan, untuk mengajaknya, yang sesama anggota ASEAN, untuk bekerja bersama dengan PBB. Kami akan terus meminta Myanmar bekerjasama dengan PBB karena saya pikir inilah saluran terbaik bagi mereka," ujarnya. Syed Hamid tidak terlalu yakin dengan perkembangan di Myanmar sejak kunjungan pertama Gambari pada awal bulan ini, mengingat situasi tetap tenang dan rezim tersebut sudah mengangkat seorang pejabat untuk memelihara "hubungan" dengan pemimpin demokrasi yang ditahan, Aung San Suu Kyi. Dia mengatakan, masih banyak yang harus dilakukan, tetapi perubahan itu harus datang dari dalam negara tersebut. Myanmar, Selasa, mengisyaratkan akan terus bertahan dari tekanan luar, meski Jepang memotong bantuan dan Uni Eropa memperluas sanksi. Gambari mengatakan di Bangkok, Senin, bahwa laporan-laporan tentang berlanjutnya penahanan para aktivis adalah "benar-benar sangat meresahkan." Setelah percakapannya dengan Syed Hamid, Gambari mengatakan dia akan menemui Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi, di Kuala Lumpur, Rabu. Pertemuan itu untuk menyampaikan pesan dari Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengenai cara yang bisa dilakukan negara-negara Asia Tenggara untuk meringankan krisis tersebut. Diplomat kelahiran Nigeria itu juga akan mengunjungi Indonesia, India, China dan Jepang. Dia menyatakan dirinya bermaksud kembali ke Myanmar pada pertengahan November dan berharap junta akan membolehkannya lebih cepat berkunjung. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007