Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, berpendapat rencana penempatan perwira tinggi TNI di kementerian atau lembaga akan merusak institusi TNI itu sendiri.
 
"Kalau punya pikiran menarik TNI masuk ke sipil bukan saja khianati reformasi, tapi dia bekerja secara sistematik menghancurkan institusi TNI," kata Mahfudz, dalam diskusi mingguan bertajuk "Rezim Jokowi Mau Hidupkan Dwifungsi TNI?" di Kantor Seknas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Menteng, Jakarta, Selasa.
 
Ia menegaskan, ranah sipil dan militer jelas harus dipisahkan sehingga tidak menimbulkan dwifungsi yang berpotensi penyalahgunaan wewenang.
 
Isu TNI masuk lembaga sipil (dwifungsi TNI) kembali merebak setelah Presiden Jokowi mengumumkan akan menambah 60 pos jabatan baru untuk perwira tinggi TNI dan menambah pos jabatan baru bagi jabatan perwira tinggi di lingkup internal serta di kementerian dan lembaga. Salah satu tujuannya, menampung perwira tinggi yang bertumpuk di TNI. 
 
Salah satu usulan adalah restrukturisasi dan merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. 
 
Menurut politisi PKS ini, meski pemerintah menawarkan sejumlah jabatan kepada sejumlah perwira aktif, tawaran itu tidak akan diambil dengan landasan sumpah setia jabatan tentara sebagai alat pertahanan negara.
 
Apalagi, tentara sejatinya tidak dipersiapkan sebagai aparatur sipil melainkan aparatur pertahanan negara. 

"Saya sangat tidak yakin para perwira bersedia menerima itu karena itu akan menggerus jati diri dan karakter mereka sebagai jati diri TNI. Mereka tidak disiapkan untuk aparatur sipil, mereka disiapkan untuk pertahanan negara," ujarnya. 
 
Di tempat yang sama, juru Kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Eggi Sudjana, mengatakan, penempatan perwira aktif TNI di jabatan sipil berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.
 
"Kita tahu TNI punya fungsi sebagai penjaga keamanan, fungsi utama itu. Dalam konteks keamanan fungsi TNI untuk melakukan tindakan perang dia punya otoritas angkat senjata. Kalau fungsi ini kemudian menjadi dwi atau ditambahkan disejajarkan dengan fungsi lain dalam konteks pemerintahan bisa dibayangkan secara fungsional bisa terjadi 'abuse of power'. Sederhananya begitu," ujarnya. 
 
Ia menambahkan, jika TNI ditempatkan dalam jabatan sipil dan memiliki hak suara, hal itu justru merusak demokrasi karena netralitas TNI terabaikan.
 
Sementara itu, Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, menyebutkan, penempatan personel TNI di berbagai kementerian/lembaga karena kebutuhan dalam rangka pelaksanaan tugas menjaga kedaulatan negara. 
 
"Saat ini sedang marak berita penyesatan dari berbagai pihak yang memberitakan tentang aktifnya kembali Dwifungsi TNI. Seolah-olah TNI kembali ke jaman Orde Baru dengan menempatkan personelnya di berbagai posisi di kementerian dan lembaga. Sesungguhnya ini adalah cara pandang yang keliru," kata dia, dalam sambutannya yang dibacakan Inspektur  Jenderal TNI, Letnan Jenderal TNI Herindra, dalam silaturahmi dengan komunitas perwira hukum TNI di Markas Besar TNI, Jakarta Timur, Selasa.
 
Menurut Tjahjanto, aktifnya atau menjabatnya sejumlah perwira TNI di segenap kementerian dan lembaga sudah sesuai dengan pasal 47 UU Nomor 34/2004 tentang TNI, bahwa prajurit aktif bisa menduduki jabatan pada 10 kantor, yaitu Kemenko Polhukam, Kementerian Pertahanan, Sesmilpres, BIN, Badan Sandi Negara, Lemhannas, Wantannas, Badan SAR Nasional, BNN, dan Mahkamah Agung.
   
Saat ini Undang-undang tersebut masih dalam proses revisi, dengan menambahkan beberapa Kementerian antara lain Kemenko Maritim; Kantor Staf Kepresidenan; dan Badan Keamanan Laut serta mengubah nama/nomenklatur lembaga seperti: Sandi Negara menjadi Siber dan Sandi Negara; dan Search and Rescue (SAR) Nasional menjadi Badan Pencarian dan Pertolongan.
   
Oleh karena itu, Panglima TNI mengharapkan peran aktif para perwira hukum TNI untuk memberikan literasi hukum kepada masyarakat.
   
"Dwifungsi adalah masa lalu yang sudah menjadi sejarah TNI. Saat ini dan ke depan, TNI semakin profesional dalam menjalankan tugas sesuai Undang-Undang," kata dia.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019