Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan membuka kembali kasus Trisakti dan Semanggi yang terjadi pada Mei 1998, diawali dialog dengan Kejaksaan Agung dan DPR RI. Juru bicara Komnas HAM, Hesti Amirwulan di Jakarta, Jumat, mengatakan dialog tiga lembaga itu difokuskan pada pembahasan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kasus kekerasan terhadap warga sipil di Trisakti dan Semanggi pada 1998 telah dinyatakan oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR bukan sebagai pelanggaran HAM berat. Di sisi lain, Kejaksaan Agung tidak bisa melakukan penyidikan karena belum dibentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Keputusan Bamus tersebut juga menghambat kerja Kejaksaan Agung, meski Komnas HAM sudah mengeluarkan rekomendasi bahwa peristiwa Trisakti dan Semanggi adalah pelanggaran HAM berat. Hesti mengatakan, UU Pengadilan HAM hanya mengatur kewenangan Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan DPR. UU itu tidak secara tegas membahas mekanisme kerja antara Komnas HAM, Kejaksaan Agung. Kesepakatan antarlembaga, kata Hesti, akan mengurangi tarik ulur seperti yang dialami kejaksaan dan DPR, terkait kasus Trisakti dan Semanggi. Selain kesepakatan antarlembaga, Hesti menegaskan revisi UU Pengadilan HAM adalah suatu krharusan. Revisi harus bisa menjamin adanya tindaklanjut rekomendasi Komnas HAM bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Trisakti dan Semanggi. "Intinya kami menginginkan rekomendasi kami ditindaklanjuti," kata Hesti. Sebelumnya, komisioner Bidang Pendidikan dan Penyuluhan, Yosep Adi Prasetyo menyatakan Komnas HAM mengusulkan perubahan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk memperluas wewenang Komnas HAM. "Selama ini Komnas HAM hanya menghasilkan rekomendasi," kata Yosep yang biasa disapa Stanley.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007