Rumah murah bagi MBR jadi tanggung jawab pengembang juga agar kesenjangan backlog perumahan bisa ditekan
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi V DPR Yoseph Umarhadi menyatakan pembangunan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga swasta sebagai pengembang.

Pembangunan rumah murah, lanjutnya, di Jakarta, Rabu, tidak hanya berbicara bisnis semata, tetapi juga sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.

"Rumah murah bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) jadi tanggung jawab pengembang juga agar kesenjangan backlog perumahan bisa ditekan," ujarnya melalui keterangan tertulis.

Menurut dia, pembangunan rumah murah  merupakan amanat UU Tapera, yang dalam undang-undang tersebut ada semangat gotong royong untuk menghadirkan rumah kelas bawah bagi semua pengembang.

Diakuinya pula, saat ini pembangunan rumah murah bagi MBR oleh pengembang masih minim.

Hal ini dikarenakan penegakan hukum lemah karena pengembang lebih memilih membayar kompensasi dengan membayar uang ketimbang membangun rumah murah karena harga tanah yang mahal tiap tahunnya.

"Namun, yang pasti, saat ini masih banyak pengembang besar yang belum menyasar pembangunan proyek rumah murah," katanya.

Sementara itu. pengamat properti F Rach Suherman menilai keterlibatan anak usaha Lippo Group melalui PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dalam pembangunan rumah murah bagi MBR turut membantu dalam program sejuta rumah yang digagas pemerintah.

"Peran Lippo Cikarang dalam pembangunan rumah murah bermanfaat bagi masyarakat, meski margin di bisnis ini kecil, sehingga tidak menarik bagi lebih banyak pengembang," katanya.

Terkait kemajuan kota-kota besar di Indonesia, Suherman mengatakan, perlu didorong pengembangan kota mandiri, tetapi seyogyanya tidak mengorbankan lahan produktif.

"Pembangunan kota mandiri tidak bisa mundur," katanya.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah perlu mendorong perizinan yang berpihak kepada membangun vertikal melalui koefisien luas bangunan (KLB) yang besar (10-17), KDB yang terukur (40-50 persen), dan parameter yang lebih progresif untuk optimalisasi lahan.

Menyinggung pasar properti nasional, menurut dia, pada 2109 hingga 2021 akan ditandai jenis properti yang uptrend yakni lowrise apartment, permintaan 3-4 kamar, logistic park/gudang mini dan co-working space/virtual office di luar CBD dan downtrend  berupa townhouse di Jabodetabek, kondotel, dan office grade C.

Selanjutnya, kaum milenial belum akan menikmati insentif pasar sehingga masih akan jadi penonton lagi.

Daya beli yang masih rendah dan prioritas belanja yang belum ingin membeli rumah, tidak akan membuat pengembang menyasar secara spesifik pangsa ini.

Oleh karena itu, ia optimistis pasar tumbuh, tetapi tidak impresif atau pertumbuhan melandai seperti masa 2010-2013.

Baca juga: Menteri PUPR targetkan 4 juta unit rumah murah
Baca juga: Pemerintah berkomitmen untuk perbanyak rumah murah untuk rakyat


 

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019