Jakarta (ANTARA News) - ExxonMobil Coorporation mengisyaratkan Indonesia bisa saja menguasai porsi maksimal bagi hasil produksi pengelolaan minyak dan gas (production sharing contract/PSC) di Blok Natuna D Alpha sebesar 65 persen. "Tujuan kami mengelola blok Natuna ini untuk memaksimalkan nilai Natuna bagi pemerintah Indonesia dan pelaku usaha pertambangan, dan itu yang tengah kami bahas," kata Senior Vice President ExxonMobil Corporation Mark W Alber seusai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Rabu (3/10). Menurut Mark, pihaknya sudah lama membahas untuk memperpanjang kontrak di Blok Natuna D-Alpha. Sebelumnya, Exxon menguasai semua hasil produksi blok Natuna ini. "Kami telah lama membahas perpanjangan kontrak ini dan akan terus berdialog untuk mencari cara-cara terbaik ke depan," katanya kepada wartawan. Mark Alber juga mengungkapkan bahwa Wakil Presiden mengatakan akan lebih tepat jika negosisasi Natuna ini dibicarakan dalam pembicaraan yang sifatnya komersial. Karena itu, tambahnya nantinya akan ada diskusi lanjutan. Menurut Vice President Public Affair Exxon Indonesia, Maman Budiman, pihaknya belum sampai pada penetapan angka soal porsi bagi hasil ini. Pasalnya masih ada pertimbangan soal kenaikan harga konstruksi dan harga pelayanan karena harga minyak mentah dunia naik. "Memang porsi Indonesia akan naik, tetapi besarannya berapa belum tahu," kata Maman Budiman. PT Pertamina, tambahnya telah meminta kenaikan tiga kali lipat dari Kontrak Banyu Urip Jawa Tengah. Namun, tambah Maman pihaknya akan selesaikan masalah tersebut secepat mungkin. Sementara menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, pemerintah memang menetapkan target kenaikan porsi bagi hasil Natuna. "Tim Negosiasi sudah diminta untuk bisa mendapatkan porsi standar PSC sebesar 65 persen untuk pemerintah dan 35 persen kontraktor," kata Purnomo. Saat ini, tambah Purnomo, yang berlaku untuk PSC ini adalah 35 persen untuk pemerintah Indonesia dan 65 untuk kontraktor yakni Exxon. "Dari negosiasi, diharapkan hal tersebut bisa dibalik," kata Purnomo. Menurut Purnomo, kunci negosiasi tergantung pada harga jual gas di luar negeri. Jika harga gas yang di dapat tinggi, maka negosiasi bisa longgar. "Harga gas itu USD 11 keatas, saya kira persepsi kita sama dengan mereka bahwa 60 : 40 persen atau 65 : 35 persen bisa dilakukan," kata Purnomo.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007