Moskow (ANTARA News) - Pertemuan komisi Uni Eropa (EU) yang diadakan pada 19 September lalu mendesak upaya akuisisi dan kepemilikan aset energi di negara-negara anggota Uni Eropa. Brussel tampaknya telah memutuskan untuk melindungi Eropa dengan Tirai Energi. Gazprom, perusahaan gas Rusia dan juga eksportir gas terbesar ke Eropa, akan menjadi salah satu perusahaan yang dihantam kebijakan ini. Tapi kemudian, masa depannya tidak akan langsung hancur sebagaimana yang diperkirakan, mengingat usul tentang peraturan tersebut masih terlalu radikal untuk dibawa kepada badan legislatif Uni Eropa. Brussel memang mempunyai banyak alasan untuk mengkhawatirkan pasar energi Eropa, sebagaimana langkah gencar perusahaan-perusahaan asing dalam mengakuisisi jaringan distribusi gas dan listrik di seluruh wilayah Eropa selama beberapa tahun belakangan. Mayoritas pembeli adalah perusahaan-perusahaan yang mengendalikan seluruh siklus produksi, distribusi hingga penjualan di pasar. Sekali saja mereka berhasil mengambil kendali infrastruktur distribusi, para pemasok energi akan dengan leluasa menentukan harga dan persyaratan bagi konsumen akhir. Inilah hal yang menyebabkan Uni Eropa berada dalam status siaga dan mendesak diloloskannya lima undang-undang untuk mencegah pembelian aset energi UE. Sebuah larangan merger bagi perusahaan manufaktur dan jaringan menjadi senjata utama melawan monopoli energi. Pihak legislatif UE mengusulkan untuk memecah kepemilikan perusahaan gas dan energi secara vertikal menjadi perusahaan-perusahaan kecil, guna mengendalikan monopoli di masa depan. Paket usulan ini terdiri atas larangan bagi perusahaan besar asing untuk membeli saham-saham perusahaan energi dan pipa gas Eropa. "Cukup logis, disintegrasi akan membuka kepemilikan energi kepada penawar asing," ujar Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso. Undang-undang baru menyebutkan bahwa perjanjian semacam ini akan mensyaratkan persetujuan khusus dengan negara penawar. Paket ini tidak mengusulkan pembatasan investasi asing pada aset-aset pertambangan dan perusahaan-perusahaan produsen energi. Tapi lebih kepada pembentukan badan pengendali antar negara, Badan Pengawas Kerjasama Energi (Agency for the Cooperation of Energy Regulators atau ACER). Pilihan atas reformasi pasar energi Eropa, cukup memberi jalan keluar dari semua tawaran yang pernah disampaikan, didukung oleh Neelie Kroes, anggota Dewan Komisi Eropa bagi Persaingan, dan Andris Piebalgs, anggota Dewan Komisi Energi pada pertemuan 19 September lalu. Terlepas dari dukungan mereka, cetak biru reformasi ini masih terlalu radikal bagi mayoritas pasar, dan akan cukup sulit untuk bisa lolos. Memecah raksasa besar akan menjadi suatu hal yang kurang menyenangkan bagi negara-negara kuat di Eropa, sebut saja Jerman, Perancis dan Italia dengan E.ON, RWE, Gaz de France, Electricite de France, Eni dan Enel yang merupakan pemain energi terbesar di Eropa. Kemudian, masih ada Spanyol dengan Endesa dan Gas Natural yang masih harus dihadapi. Usulan pembatasan akan mempengaruhi mereka semua. Ide yang berbeda juga cukup populer di Uni Eropa saat ini, yaitu ketika harga energi mencapai titik puncak, semua perusahaan gas dan energi dikumpulkan ke dalam satu kepemilikan besar antar negara. Gazprom juga akan menghadapi hal serupa. Pemasok 28 persen konsumsi gas alam Eropa (sekitar 160 miliar meter kubik setiap tahun), perusahaan gas induk terbesar di dunia, pemilik dari ladang gas dan jaringan pipa yang luas, dan pembeli aktif atas saham-saham di banyak negara Eropa. Reformasi yang diusulkan lebih seperti pedang bermata dua dari rencana-rencana ekspansi dan investasi jaringan yang tidak pasti. Salah satu contoh dari rencana ini adalah proyek Nord Stream, yang akan menggelar pipa gas di dasar laut Baltik dari Rusia hingga Eropa bagian barat. Gazprom menguasai 51 persen saham pada perusahaan dengan nama yang sama, yang menjalankan proyek ini. Jika langkah reformasi ini dijalankan, Gazprom harus mendirikan perusahaan terpisah bagi jaringan distribusi maupun penjualan gasnya, tentu jika ingin tetap bertahan dengan proyek tersebut. Hal ini lebih dari suatu hal yang akan diakomodasi oleh raksasa Rusia, sebagaimana tidak adanya jaminan yang luas atas investasi gas dibandingkan upaya menggabungkan aset-aset perpipaan dan pertambangan. Selain itu, Eropa juga akan terkena dampaknya jika Gazprom semakin lemah---ladang gas milik perusahaan ini dapat dikatakan sebagai sebuah mata air ditengah kelangkaan sumber daya alam, yang menjanjikan peningkatan ekspor dalam 20-30 tahun ke depan. Jika jalan keluar yang ditawarkan disetujui, maka kebijakan itu akan dihadapkan pada prosedur yang panjang terlepas dari implementasinya. Komisi Eropa akan meloloskan undang-undang tersebut dan mengirimkannya kepada seluruh parlemen Eropa. Jika berhasil, para pemimpin Uni Eropa akan menandatanganinya. Jadi, paket kebijakan ini akan melalui perjalanan yang cukup sulit. Terlalu dini untuk memperkirakan masa depan dari lingkungan energi Eropa atas cetak biru yang masih hampa. Mungkin, inilah mengapa para pemain listrik dan gas utama Eropa cukup ekstrim membicarakan masalah ini.(*)

Oleh Oleh Mikhail Khmelev, Ria Novo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007