Jakarta (ANTARA News) - Setelah 21 nama masuk ke DPR, sebanyak 21 "tracker" (pencari jejak) disebar ke daerah asal calon anggota Komisi Pemilihan Umum untuk mengetahui lebih lengkap kepribadian para calon. "Satu `tracker` men-'tracking' satu calon anggota KPU dan hasilnya baru diketahui besok, sehingga hasilnya bisa menjadi bahan bagi DPR untuk melakukan 'fit and proper test' calon KPU yang dijadwalkan tanggal 1-3 Oktober 2007," kata Direktur Monitoring KIPP Indonesia, Jojo Rohi, dalam jumpa pers di Hotel Santika Jakarta, Jumat. Jojo mengatakan, langkah tersebut dilakukan karena Jaringan Pemantau Seleksi Calon Penyelenggara Pemilu (JPS CPP) yang terdiri dari JPPR, Perludem, KIPP Indonesia, ICW, Seknas Fitra, LIMA Indonesia, Formappi, IPC, Komwas-PBB, Cetro, dan KRHN menilai ada calon yang cacat administrasi. Namun, penilaian adanya cacat administratif tersebut, oleh Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Jeirry Sumampow, hanya didasarkan pada data yang diperoleh dari DPR. "Bisa saja, data yang diberikan para calon anggota KPU ke DPR tidak lengkap. Tapi, ini data satu orang yang disertai dengan satu bendel seluruh lampiran, jadi agak sulit jika Tim Seleksi KPU dengan sengaja mensortir dokumen dari masing-masing orang," katanya. Jeirry juga mengemukakan, JPS CPP belum pernah mengadakan pertemuan formal dengan DPR dan menyerahkan penilaian cacat administratif tersebut. "Namun, kita punya komunikasi informal secara personal dengan tim kecil Komisi II DPR RI. Kita juga merencanakan ketemu sebelum 'fit and proper test'," katanya. Jeirry menegaskan bahwa penilaian adanya cacat admintratif yang dilakukan JPS CPP untuk menunjukkan ke DPR bahwa kerja Tim Seleksi Anggota KPU tidak maksimal. Berbagai persoalan yang muncul tersebut, tambah Jeirry, tidak lepas dari ketidakmampuan tim seleksi KPU dalam menyusun mekanisme yang tepat dalam verifikasi persyaratan administratif. Menurut JPS CPP, dari data yang diperoleh dari DPR ada 12 nama yang cacat administratif, yakni Roba`i Hamid, Andi Nurpati, Elvyani Gaffar, M. Jafar, I Gusti Putu, dan Ridwan Max Sijabat yang terkait persyaratan kesehatan, karena mereka tidak menyerahkan laporan kesehatan dan satu di antara mereka yang tidak memeriksakan kesehatannya di rumah sakit pemerintah. Kemudian, Theofilus Waimuri yang pernah menjadi calon legislatif DPR RI dari Partai Demokrat pada Pemilu 2004. Nama A. Hafiz Anshary tercatat pernah dicalonkan sebagai Wakil Gubernur Kalimantan Selatan tahun 2005 dan dalam formulir yang diserahkan ke tim seleksi, tidak tegas menjelaskan kapan mengundurkan diri dari Partai Golkar. Laurel Heydir tidak mengumpukan formulir bersedia mundur dari jabatan struktural, padahal yang bersangkutan dosen Pegawai Negeri SIpil (PNS) di Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang. Hal sama juga dilakukan oleh Zulfadli yang tidak menyatakan bersedia mundur dari jabatannya sebagai Ketua KPU Daerah Kota Depok. Dua nama lainnya, Abdul Aziz, tidak memiliki artikel yang menunjukkan bahwa calon bersangkutan memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang tertentu yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, dan Dyah Arum Muninggar artikel yang dikumpulkan bukan artikel yang pernah dipublikasikan sebelum proses pendaftaran dimulai, tapi artikel baru yang sengaja ditujukan dalam proses seleksi KPU. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007