Jakarta, 25/9 (ANTARA) - Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut-II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk Pengangkutan Hasil Hutan kayu yang berasal dari Hutan Hak diubah melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut/II/2007 yang mulai berlaku sejak tanggal 24 Agustus 2007. SKAU adalah surat keterangan yang menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan atau kepemilikan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat. Perubahan Permenhut ini dilatarbelakangi pada kenyataan di lapangan bahwa hutan rakyat atau kayu dari lahan masyarakat sudah cukup berkembang dan diminati oleh industri kayu serta memiliki pasar yang cukup bagus. Perubahan Permenhut ini dimaksudkan untuk mendorong bergeraknya sektor kehutanan dengan dukungan ekonomi rakyat sehingga perlu pengakuan, perlindungan, kemudahan dan tertib peredaran hasil hutan rakyat atau kayu dari lahan masyarakat. Lebih jauh diharapkan, kayu dari lahan masyarakat ini bisa sebagai pengganti kayu alam untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri kayu, sekaligus memberikan insentif untuk pembangunan kehutanann berbasis masyarakat. Dalam perubahan ini, beberapa pengertian disempurnakan, antara lain Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas title atau hak atas tanah. Lahan Masyarakat adalah lahan perorangan atau masyarakat di luar kawasan hutan yang dimiliki atau digunakan oleh masyarakat berupa pekarangan, lahan pertanian dan kebun. Hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat, yang selanjutnya disebut kayu rakyat adalah kayu bulat atau kayu olahan yang berasal dari pohon yang tumbuh dari hasil budidaya atau tumbuh secara alami di atas hutan dan atau lahan masyarakat. Pembuktian hak atas tanah pada hutan hak dan lahan masyarakat dapat ditunjukkan dengan sertifikat hak milik, sertifikat hak pakai, leter C, girik, atau surat keterangan lain yang diakui BPN. Dalam perubahan Permenhut tersebut ditentukan jenis-jenis kayu rakyat yang dalam pengangkutannya harus dilengkapi dengan SKAU yaitu Akasia, Asam Kandis, Bayur, Durian, Ingul, Jabon, Jati, Jati Putih, Karet, Ketapang, Kulit Manis, Mahoni, Makadamia, Medang, Mindi, Kemiri, Petai, Puspa, Sengon, Sukai, dan Terap. Jenis kayu rakyat yang pengangkutannya cukup meggunakan Nota yang diterbitkan penjual adalah Cempedak, Dadap, Duku, Jambu, Jengkol, Kelapa, Kecapi, Kenari, Mangga, Manggis, Melinjo, Nangka, Rambutan, Rundu, Sawit, Sawo, Sukun, Trembesi, dan Waru. Nota tersebut dapat berupa kuitansi penjualan bermeterai secukupnya yang umum berlaku di masyarakat. Adapun kayu rakyat diluar jenis-jenis tersebut pengangkutannya menggunakan SKSKB cap "KR". Mengenai kayu olahan produk industri primer hasil hutan kayu yang bahan bakunya berasal dari hutan hak dan atau lahan rakyat, pengangkutan dari industri tersebut menggunakan Faktur Angkutan Kayu Olahan (FAKO) atas nama industri yang bersangkutan. Beberapa ketentuan juga ditambahkan pada perubahan ini antara lain pengenaan PSDH/DR pada hasil hutan kayu dari pohon yang tumbuh secara alami dalam kawasan hutan yang berubah status menjadi bukan kawasan hutan (APL atau KBNK) karena kayu dalam kawasan tersebut merupakan kayu alam milik negara. Sedangkan kayu rakyat yang tumbuh secara alami pada lahan hak atau lahan masyarakat tidak dikenakan PSDH/DR. Mekanisme pendistribusian blanko SKAU dan pelaporan diatur lebih lanjut oleh masing-masing Kepala Dinas Propinsi. SKAU diterbitkan oleh kepala desa atau pejabat lain di desa di mana hasil hutan kayu tersebut akan diangkut. Penetapan pejabat penerbit SKAU itu sendiri dilakukan oleh Bupati/Walikota berdasar usulan Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Untuk keterangan tambahan, silakan hubungi Achmad Fauzi Mas'ud, MSc., Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan, Telp: (021) 570-5099, Fax: (021) 573-8732

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2007