Surabaya (ANTARA News) - Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya, HM Khudlori SH MHum, Senin siang dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Surabaya di Medaeng, Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, terkait kasus dugaan suap senilai Rp20 juta. "Kami menahan tersangka di Rutan Medaeng setelah kami menerima pelimpahan tahap kedua dari Polda Jatim," kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Dedy I Virantama SH MH. Menurut dia, penahanan tersangka di Rutan Medaeng itu merupakan penahanan lanjutan setelah pihaknya menerima penyerahan tersangka dan BAP (Berkas Acara Pemeriksaan) dari Polda Jatim. "Jadi, penahanan JPU (Jaksa Penuntut Umum) itu merupakan penahanan lanjutan dari Polda Jatim, karena kami memiliki waktu 20 hari untuk menyelesaikan berkas dakwaan dan persiapan sidang ke pengadilan," katanya. Tim JPU untuk tersangka Kepala BPN Surabaya itu terdiri atas Munasim Salim SH MHum (Kasi Penyidikan Aspidsus Kejati Jatim), Nanang Ibrahim SH (Kejati Jatim), dan Dedy I Virantama SH MH (Kasi Intelijen Kejari Surabaya). Secara terpisah, Kepala Unit IV/Pidkor Polda Jatim Kompol Hadi Utomo mengatakan tersangka dilimpahkan ke Kejari Surabaya setelah JPU menyatakan P-21 (sempurna). "Kami melakukan pelimpahan tahap kedua setelah JPU menyatakan P-21, kemudian kami menyempurnakan berkas dan akhirnya diserahkan ke JPU," katanya. Dalam pemeriksaan di Polda Jatim, polisi sudah memeriksa lima saksi yakni HS (DPM KPK), IP (KPK) selaku saksi pelapor, kemudian Yy, Fg, dan Ad (ketiganya merupakan kuasa pengurusan sertifikat dari pemilik tanah HF). Sementara itu, Barang Bukti (BB) yang disita polisi antara lain uang Rp20 juta dan "handphone" (HP) milik tersangka. Polisi menjerat tersangka dengan pasal 12 huruf a, b, dan e UU Korupsi 12/2001 jo UU 31/1999, pasal 11 UU 20/2001 tentang Kepegawaian, dan pasal 368 KUHP. Kepala BPN Surabaya itu ditangkap KPK saat menerima suap dalam transaksi dengan warga Keputih Tambak Timur, Surabaya dengan menyerahkan uang muka Rp20 juta di hotel Somerset Surabaya pada 14 Agustus 2007. Tersangka menerima "hadiah" dari HF saat melakukan permohonan hak atas tanah seluas 38.332 meterpersegi melalui tiga kuasa pengurusan dan hasil pengukuran dari tim BPN Surabaya menemukan luas tanah 45.834 meterpersegi. Setelah itu, HF diminta Khudlori untuk memohonkan pengakuan hak atas tanah untuk tanah dan kelebihan tanah seluas 7.502 meterpersegi, sebab jika tidak mau, maka kelebihan tanah akan dijadikan tanah negara. HF akhirnya bersedia, namun HF diminta membayar Rp15.000 per-meterpersegi untuk tanah seluas 45.000 meterpersegi (dari ukuran sebenarnya seluas 45.834 meterpersegi), sehingga berjumlah Rp675 juta dengan uang muka Rp20 juta, tapi HF melapor ke KPK dan Polda Jatim. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007