Jakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD RI) Gusti Kanjeng Ratu Hemas menegaskan keputusan Badan Kehormatan (BK) memberhentikan dirinya tanpa berlandaskan dasar hukum, dan mengesampingkan ketentuan Pasal 313 UU No  17 Tahun 2014 tentang MD3.

erhitung mulai Kamis, 20 Desember 2018.

Istri Sri Sultan Hamengkubuwono X itu dinonaktifkan sementara karena dianggap sudah beberapa kali absen di sidang paripurna.

Dalam siaran pers yang diterima Antara Jakarta, Jumat (21/12), GKR Hemas mengatakan ketidakhadirannya dalam sidang dan rapat belakangan ini dikarenakan dirinya tidak mengakui Oesman Sapta Odang (OSO) yang menurutnya mengambil alih kepemimpinan DPD RI secara ilegal.

BK DPD RI memutuskan terhitung mulai Kamis, 20 Desember 2018, istri Sri Sultan Hamengkubuwono X itu dinonaktifkan sementara karena dianggap sudah beberapa kali absen di sidang paripurna.


Lebih lanjut Permaisuri Raja Keraton Yogyakarta itu menekankan berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi, MA tidak pernah menyatakan benar dan sah pengambilalihan jabatan tersebut.

"Dalam hal ini yang saya tolak bukan orang nya tetapi caranya yg menabrak hukum. Hukum harus tegak di negeri ini dan tidak boleh ada warga yang kebal hukum apalagi berada di atas hukum," tegasnya.

GKR Hemas menjelaskan pasal 313 UU No  17 Tahun 2014 tentang MD3 yang isinya sebagai berikut:

(1) Anggota DPD RI diberhentikan sementara karena:

a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 ( lima) tahun; atau

b menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus.

Sanksi yang dijatuhkan BK menurut Hemas juga mengesampingkan Tata Tertib DPD RI terbaru, bahwa anggota diberhentikan sementara jika yg bersangkutan melanggar pidana dan menjadi terdakwa.

Namun, GKR Hemas mencontohkan logika point kedua di atas dianut oleh BK yang juga tidak dapat memproses laporan Afnan Hadikusumo terhadap Beny Rahmdhani karena tengah diproses kepolisian.

Ia juga menyebut BK diskriminatif karena tidak memproses pengaduan mantan anggota DPD RI Muspani dan Bambang Soeroso terhadap Wakil Ketua DPD RI  Nono Sampono pada Oktober lalu terkait dengan sikap politik  DPD RI  yang ingin meninjau ulang keputusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pengurus parpol untuk maju DPD RI.

Menurut GKR Hemas surat keputusan Nono Sampono dibuat tanpa melalui mekanisme dan prosedur yang diatur dan diputuskan dalam sidang paripurna DPD RI.

Terakhir, ia berharap semua pihak dapat memahami semua yang diperjuangkan selama ini dan hukum harus ditegakkan di negeri ini.(KR-MRA)

Pewarta: Maria Lisbet Hestica Pardosi
Editor: Jaka Sugiyanta
Copyright © ANTARA 2018