Pangkalpinang (ANTARA News) - Sejak lama Kepulauan Bangka Belitung terkenal sebagai penghasil lada putih atau Muntok White Pepper kelas dunia. Pada masa kejayaannya, tanaman khas provinsi kepulauan itu memiliki peranan penting terhadap perekonomian daerah dan nasional.

Sebagai komoditas ekspor, bertanam lada putih yang dilakoni masyarakat secara turun temurun dan sudah menjadi budaya masyarakat Pulau Bangka dan Belitung. Kini lada putih menjadi salah satu komoditas perkebunan, sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja dan pemenuhan bahan baku industri nasional dan internasional.

Komoditi lada memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian daerah. Namun demikian, produksi lada di Provinsi Bangka Belitung terus merosot hingga kisaran 10.000 ton pada 2009 jika dibandingkan total produksi pada masa kejayaannya 1987 mencapai 62.000 ton, karena alih fungsi lahan komoditas itu menjadi lahan perkebunan sawit, pemukiman dan tambang timah.

Luas lahan perkebunan lada pada 2007 tercatat 35.842 hektare atau berkurang 55,20 persen dibandingkan 2000 mencapai 80.000 hektare. Diperkirakan areal pertanaman lada tersebut terus berkurang hingga mencapai 70 persen selama periode 2000 hingga 2008.

Hal ini merupakan salah satu konsekuensi dari munculnya usaha penambangan timah konvensional yang lebih menjanjikan dan semakin marak sehingga mendorong para petani lada beralih menjadi penambang timah, dan bahkan ratusan hektare kebun lada berubah menjadi lahan tambang.

Selain itu, persaingan dengan usaha komoditas lainnya seperti kelapa sawit juga merupakan pemicu terjadinya penurunan areal pertanaman lada di Provinsi Kepuluan Bangka Belitung.

Produktivitas kebun lada juga mengalami penurunan atau hanya 800 hingga 1.000 kilogram per hektar. Produktivitas ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan produktivitas pada tahun 1986 yang bisa mencapai 2,1 ton per hektare. Kondisi ini menyebabkan petani semakin tidak bergairah memelihara tanaman lada.

Lahan yang dahulu banyak humusnya sekarang sudah semakin berkurang. Teknik budidaya lada juga belum beranjak dari pola tradisional sehingga hasilnya tetap rendah. Situasi seperti ini menyebabkan ekspor lada dari daerah ini terus menurun dalam beberapa tahun ini, karena produksi lada petani yang berkurang.

Melihat peranan penting rempah-rempah ini, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan bertekad mengembalikan kejayaan lada putih sebagai produsen dan eksportir terbesar dunia.

Upaya mengembalikan kejayaannya, tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Diperlukan langkah-langkah yang fundamental diantaranya peningkatan produktivitas, menjaga mutu, efisiensi biaya produksi dan pemasaran, serta manajemen stok melalui pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan.

Peningkatan sumber daya manusia petani dalam menanam, memetik dan mengolah bijih lada pascapanen, menyediakan bibit berkualitas yang lebih tahan hama penyakit, pupuk kompos, membangun gudang sistem resi dalam menjaga stabilitas harga komoditas khas daerah itu.

Selain itu, membentuk tim penanganan hama lada putih seperti daun kuning, busuk pangkal batang dan lainnya yang hingga saat ini belum ditemukan cara membasmi hama tersebut dan membentuk kelompok-kelompok petani lada guna memudahkan pemerintah melakukan pembinaan dan memberikan bantuan kepada petani.

Tidak hanya itu, pemerintah provinsi juga mengeluarkan kebijakan, agar ekspor lada putih hanya bisa diekspor melalui pelabuhan di Pulau Bangka dan Belitung untuk mencegah pengoplosan komoditas khas itu yang merusak kualitas dan harga komoditas itu di pasar dunia.

Erzaldi yang didaulat sebagai Bapak Lada Putih Nasional pada 2018 itu mengatakan keunggulan lada putih daerah ini karena memiliki tingkat kepedasan 6-7 persen yang berbeda dengan lada dari provinsi lain dan bahkan dengan negara manapun.

"Lada kita ini memiliki tingkat kepedasan yang tinggi, berbeda dengan lada Kalimantan, Makassar dan Vietnam yang hanya 2,9 hingga tiga persen, sedangkan kita memiliki tingkat kepedasan sampai 6-7 persen," ujarnya.

Komite Ekonomi dan Industri Nasional Republik Indonesia (KEIN RI) menyebut mutu lada putih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan yang terbaik di dunia, sehingga peningkatan produksinya perlu terus didorong untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

"Dari segi mutu lada Babel adalah yang terbaik dan ini yang dicari-cari pasar dunia," kata Ketua Pokja Pangan, Industri Pertanian dan Kehutanan KEIN RI, Benny Pasaribu.

Pada kunjungan KEIN ke Bangka Belitung untuk membantu mengembalikan kejayaan lada putih yang telah ternama di pasar dunia dengan sebutan Muntok White Pepper.

"Kami berharap pemasaran lada putih petani tidak berdasarkan mekanisme pasar. Untuk itu pemerintah perlu membimbing petani dalam memasarkan hasil panen ladanya," ujarnya.

Menanam lada putih di daerah ini sudah menjadi warisan budaya nenek moyang, sehingga perlu didorong melalui pembinaan, bantuan bibit, hingga pupuk berkualitas dan pemasaran komoditas ini agar masyarakat terus bersemangat mengembangkan perkebunan ladanya.

"Kunjungan ini juga guna menindaklanjuti apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo untuk menyusun peta jalan industrialisasi sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah ini," ujarnya.

Kepala Distanbunnak Babel Toni Batubara mengatakan bahwa berdasarkan Kepmentan Nomor 46/Kpts/PD.120/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Perkebunan Nasional, Kabupaten Bangka Selatan ditetapkan sebagai daerah pengembangan lada putih.

"Dengan adanya kepmentan, pengembangan perkebunan lada putih akan lebih fokus dan mempermudahkan pemerintah daerah mengembalikan kejayaan lada ini," ujarnya.

Pada tahun ini, kata dia, pihaknya akan menyalurkan bantuan bibit 880.000 bibit lada bersertifikat kepada 44.204 orang petani.

Bantuan yang berasal dari APBN sebesar Rp3,9 miliar ini bertujuan membangkitkan gairah petani mengembangkan tanaman lada untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Selain itu, pemerintah provinsi juga menyediakan 49.500 ton pupuk bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan petani dalam meningkatkan produksi pertanian.

Sebanyak 49.500 ton pupuk bersubsidi tersebut terdiri atas pupuk urea 18.000 ton, SP-36 4.000 ton, ZA sebanyak 2.500 ton, NPK sebanyak 19.000 ton, dan pupuk organik 6.000 ton.

Mudah-mudahan stok pupuk bersubsidi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan petani guna meningkatkan hasil tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan budi daya," ujarnya.*


Baca juga: Menteri Perdagangan bentuk asosiasi eksportir lada putih

Baca juga: Ribuan warga meriahkan hari "Muntok White Pepper"



 

Pewarta: Aprionis
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018