Manila (ANTARA News) - Pertumbuhan di ekonomi-ekonomi (negara-negara) berkembang Asia akan meningkat lebih dari delapan persen tahun ini, didorong menguatnya kinerja dari China dan India, kata Bank Pembangunan Asia (ABD), Senin. Dalam sebuah laporan regional terbarunya, ADB memperkirakan pelambatan moderat dari pertumbuhan dan memperingatkan faktor tingginya risiko pada tahun depan, khususnya timbul dari sebuah pengetatan di pasar-pasar kredit. "Momentum di China dan India mendukung pertumbuhan cepat pada level regional," kreditor yang berbasis di Filipina itu mengatakan, meningkatkan perkiraan produks domestik bruto (PDB) kawasan untuk tahun ini menjadi 8,3 persen dari 7,6 persen. Tahun depan, pertumbuhannya akan menjadi 8,2 persen, naik dari perkiraan awal pada Maret sebesar 7,7 persen, menurut Asian Development Outlook terbarunya. Negara-negara sedang berkembang Asia, yang tidak termasuk Jepang, tumbuh 8,5 persen tahun lalu. ADB mengatakan tahun ini perkiraan terbarunya, mengantisipasi sebuah pelambatan moderat ekonomi global dan lembutnya pemulihan di Amerika Serikat hingga 2008. "Tetapi risiko penurunan terhadap pertumbuhan 2008 terbatas, dan sebangian besar akan tergantung pada apakah kesusahan di pasar-pasar kredit mendalam dan lebih jatuh ke dalam sistem keuangan yang meluas dan ekonomi riil," kata laporan itu, seperti dikutip AFP. ADB mengatakan pertumbuhan regional tanpa China dan India akan lebih moderat sebesar 5,7 persen tahun ini dan 5,6 persen tahun depan. Tetapi, "disana lebih banyak pola umum naik dan di beberapa negara pertumbuhannya cepat," kata laporan tersebut. Dikatakan ekonomi Filipina akan tumbuh 6,6 persen tahun ini setelah berkembang mendekati posisi tertinggi dua dekade 7,3 persen dalam paruh pertama tahun ini, dan Indonesia diperkirakan mencatat pertumbuhan PDB di atas 6,0 persen. Tergantung kepada waktu, kekerasan dan durasi, sebuah resesi AS dapat memangkas pertumbuhan negara-negara berkembang Asia antara 1,0 dan 2,0 persen poin, tambahnya, namun dampaknya akan menjadi "rendah dan pendek". Penurunan bertahap yang simultan di AS, Uni Eropa dan Jepang -- sekalipun ADB menilai tidak mungkin -- akan menjadikan kawasan pada risiko besar, meski cadangan meningkat dan sistem keuangan yang membaik menempatkannya posisi lebih bagus terhadap badai cuaca. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007