Bengkulu (ANTARA News) - Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin meminta agar gempa bumi di daerah itu jangan hanya dilihat dari jumlah korban yang meninggal, tapi juga harus dilihat dari kerusakan menyeluruh yang ditimbulkannya. "Kalau korban manusia memang sedikit, warga yang meninggal 14 orang, luka berat 12 orang dan luka ringan 38 orang. Tapi kerusakan sebenarnya sangat parah," kata Agusrin di Posko Satklak PBA Bengkulu, Minggu malam. Ia berharap masalah lain yang ditimbulkan akibat gempa itu juga harus dijadikan berometer untuk menilai seberapa parah dampak dari musibah itu, seperti kondisi masyarakat yang hingga kini sebagian besar masih bertahan di tenda dan tempat pengusian. Selain itu, akibat gempa itu puluhan ribu rumah penduduk, bangunan/instansi pemerintah, rumah ibadah, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, jalan/jembatan serta irigasi mengalami kerusakan baik total, berat maupun ringan. Hingga Minggu dinihari, tercatat 27.822 unit rumah warga setempat mengalami kerusakan, rumah ibadah (277 unit), fasilitas pendidikan (885 unit), kantor/instansi pemerintah (400 unit), fasilitas kesehatan (331 unit), jalan dan jembatan (310 unit) dan irigasi (194 unit). "Kalau di kota atau dari udara, memang seperti tidak ada kerusakan, tapi ketika kita turun ke pelosok dan mendatangi rumah penduduk maka kondisinya akan berbeda karena rata-rata mengalami kerusakan, terutama di Bengkulu Utara, Muko Muko dan Kota Bengkulu," katanya. Dengan kondisi itu, katanya, sudah selayaknya semua pihak termasuk negara dan NGO internasional memberikan perhatian untuk membantu para kobran gempa di daerah itu. Bupati Bengkulu Utara Imron Rosyadi juga menyayangkan pihak yang melihat gempa Bengkulu dengan hanya menggunakan barometer jumlah korban manusia. "Terus terang, kita sangat sedih dengan kondisi itu, karena hanya melihat korban manusia, perhatian kepada para korban gempa di Bengkulu kurang maksimal," katanya. Ia mengaku saat ini masyarakat Bengkulu yang menjadi korban gempa sangat membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk bahan makanan, tenda, selimut, obat-obatan, tenaga medis maupun dukungan moril. Dukungan moril diperlukan, karena sebagian besar warga korban gempa saat ini mengalami depresi mental, dan terus dihantui rasa taku akan adanya gempa susulan lebih besar serta tsunami. Akibatnya, masyarakat hingga kini masih memilih tinggal/tidur di tenda baik yang didirikan di depan rumah masing-masing maupun di tempat pengusian, katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007