Di Indonesia diketahui ada sebanyak 107 polutan yang muncul senyawa di perairan Cagar Alam Sagara Anakan, sesuai studi penelitian Syakti,dkk (2013)
Jakarta, (ANTARA News) - Sebanyak 11 perwakilan negara membahas soal pendataan dan evaluasi terkait dengan sumber-sumber polutan air yang membahayakan ekosistem dan kesehatan manusia di kawasan Asia dan Pasifik.

Peneliti Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Hidrologi Asia-Pasifik (Asia Pacific Centre for Ecohydrology/APCE), Ignasius Dwi Atmana Sutapa, di Jakarta, Selasa, mengatakan di Asia, konsentrasi antibiotik, seperti oxytetracycline, trimethoprim, dan sulfamethoxazole tinggi, baik dalam air limbah maupun air permukaan.

Di Indonesia, katanya, diketahui ada sebanyak 107 polutan yang muncul senyawa di perairan Cagar Alam Sagara Anakan, sesuai studi penelitian Syakti,dkk (2013). Tercatat polutan yang paling dominan adalah asam dimecrotic, hyme chromone, valeryl salisilat, dan asam phthalic mono-2-ethylhexyl ester.

Segara Anakan adalah sebuah danau/telaga yang berada di Pulau Sempu, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
 
Produksi Air Petugas melakukan perawatan rutin di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Cilandak PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), Jakarta Selatan, Rabu (7/10). Akibat musim kemarau berkepanjangan, tingkat polutan terlarut di Sungai Krukut sudah melampaui ambang batas aman, sehingga untuk menjaga kualitas air bersih Palyja harus menurunkan produksi IPA Cilandak dari 400 liter perdetik menjadi 200 liter perdetik. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)


Secara umum, menurut dia, polutan terdiri atas kandungan sintesis atau kimia natural atau organisme yang biasanya tidak termonitor atau terdeteksi di lingkungan yang dapat berdampak pada ekosistem dan kesehatan manusia.

Polutan di air itu dapat terdiri atas berbagai macam bahan kimia, logam, surfaktan, aditif industri, dan pelarut.

Selain itu, berasal dari limbah farmasi, rumah tangga, dan industri yang secara terus menerus dilepaskan ke lingkungan.

Bahkan, polusi dalam jumlah rendah sekalipun dapat menyebabkan toksisitas kronis, gangguan endoktrin satwa liar, dan perkembangan resistensi bakteri patogen.
 

Meski demikian, katanya, data dan evaluasi terkait polutan air di Asia dan Pasifik dianggap masih tidak mencukupi padahal pemantauan, evaluasi, dan pelaporan terkait dengan sumber polutan yang muncul sebagai hal penting.

Oleh karena itu, LIPI bersama Inisiatif Internasional tentang Kualitas Air Badan PBB untuk Sains, Pendidikan, dan Kebudayaan (UNESCO) atau IIWQ, the Asia Pacific Centre for Ecohydrology (APCE, under the Auspice of UNESCO), dan Kantor UNESCO Jakarta mengadakan "UNESCO Asia And The Pacific Regional Training Workshop On Water Quality And Emerging Pollutants".

Beberapa negara di Asia Pasifik, yakni Kamboja, Indonesia, Iran, Kazakhstan, Malaysia, Singapura, Tajikistan, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan Vietnam hadir guna membahas persoalan polutan air tersebut.

Persoalan polutan pada air menjadi perhatian, mengingat kebutuhan air bersih dan sumber air yang berkualitas penting bagi kehidupan manusia.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) LIPI Zainal Arifin mengatakan perlindungan terhadap kualita sumber-sumber air dilakukan sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang ditetapkan PBB, di antaranya soal air bersih dan sanitasi, kesehatan dan kesejahteraan yang baik, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

Baca juga: Sansevieria, tanaman hias penyerap polusi terkuat
Baca juga: Indonesia Lindungi Anak-anak Dari Polutan Organik
Baca juga: IGR-4 bahas aksi penanggulangan pencemaran laut berbasis darat

Baca juga: Bekasi telusuri sumber pencemar saluran air Rawalumbu


 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2018