Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama (Menag), M. Maftuh Basyuni mengaku malu umat Islam belum bersatu dalam setiap kali menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal, sehingga setiap kali menjelang memasuki awal Ramadhan dirinya "deg-degan" karena masalah tersebut selalu banyak dipertanyakan umat Islam di tanah air. Mestinya umat Islam dapat bersatu, karena pegangannya sama yaitu Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW, kata Maftuh dalam dialog dengan jajaran redaksi LKBN ANTARA di Wisma Antara Jakarta, Senin. Dalam dialog tersebut Pemimpin Umum ANTARA , Asro Kamal Rokan bertindak selaku pemandu acara. Di negara tetangga, penentuan awal Ramadhan mengikuti pemerintah. Demikian juga di Mesir, mengikuti keputusan pemerintah. Namun beberapa ormas Islam setempat dilibatkan sebelum keputusan diambil melalui sidang isbat. Menanggapi pertanyaan bahwa di Timur Tengah bahkan tak satu pun ormas Islam mengumumkan penentuan awal Ramadhan sebelum sidang Isbat dilakukan. Berbeda dengan di tanah air, jauh hari sudah memberi tahu bahwa awal Ramadhan dan 1 Syawal menurut versi mereka. Menurut Menteri, latar belakang penentuan awal Ramadhan di negara adalahlain dengan di Indonesia berbeda. Ketika Indonesia masih dibawah penjajahan, masing-masing ormas Islam melakukan penentuan sendiri. Ahli hisab melakukan perhitungan sendiri. Demikian juga ahli rukyat, menentukan sendiri dengan alasan bahwa metode yang digunakan jauh lebih murah. Cara pandang dan perhitungan yang digunakan hingga kini terus berlanjut. "Sudah kebablasan," ia menjelaskan. Kedua kelompok ahli tersebut, menurut dia, sebetulnya bisa disatukan. Namun kenyataannya, ketika bertemu susah untuk disatukan pendapatnya. Padahal jelas, Quran dan hadits sebagai referensi yang paling kuat. Ikutlah kepada ulil amri (pemerintah). Namun tetap saja tak bisa disatukan. "Ini yang membuat kita malu," ujarnya. Terkait dengan penentuan awal Ramadhana ini, kata Maftuh, ia akan berusaha sekuat tenaga atau "all out" agar umat Islam di tanah air memperoleh pemahaman yang

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007