Tanjung Selor (ANTARA News) - Sebagian besar wilayah Kalimantan Utara (Kaltara) atau sekitar 70 persen dari total lahan 7.547.000 hektare merupakan kawasan hutan, yang dinilai menyebabkan provinsi termuda tersebut sulit berkembang dan melakukan pembangunan

Hal itu diakui Gubernur Kaltara Irianto Lambrie di Tanjung Selor, Kaltara, Senin. Pemerintah daerah mengalami hambatan dalam membangun dan pengembangan wilayah karena bertentangan dengan status kawasan yang masih dianggap hutan.

Padahal faktanya, kawasan yang masih berstatus hutan itu terdapat pemukiman di 28 kecamatan. Bagi warga kondisi itu juga jadi persoalan terhadap kesejahteraan mereka karena kadang aktifitas mereka terbelenggu mengingat bermukim di kawasan yang masih dianggap hutan.

Tercatat di Kaltara, yakni Nunukan dan Malinau  telah mengusulkan pelepasan status lahan dari kawasan hutan. Kabupaten Nunukan seluas 45.440,52 hektare dengan 16 kecamatan dan Kabupaten Malinau 15.968 hektare dengan 12 kecamatan.

Terkait kondisi tersebut, Gubernur Kaltara setelah melakukan berbagai koordinasi dan telah mengeluarkan kebijakan. Kebijakan untuk melepaskan status lahan dari kawasan hutan menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Secara teknis diterbitkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalimantan Utara Nomor 188.44/K.68/2018 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi dan Diversifikasi (Inver) Permohonan Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PTKH) Kaltara.

Tim dibentuk untuk memfasilitasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan di Kaltara. Tim ini juga berkaitan erat dengan program TORA (Tanah Objek Reformasi Agraria) yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk legalisasi tanah yang berada di dalam kawasan hutan.

Baca juga: Indonesia unjuk komitmen benahi ekosistem rumput laut dan hutan

 

Pewarta: Iskandar Zulkarnaen
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018