Makassar (ANTARA News) - Kontribusi sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terhadap penerimaan negara dalam APBN 2006 mencapai Rp237,6 triliun atau naik sekitar 52,6 persen dibandingkan dengan kontribusi terhadap APBN 2005 yang hanya mencapai sekitar Rp155,7 triliun. Hal itu diungkapkan Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, melalui Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi (Minerbapabum) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Simon F. Sembiring, sebelum membuka secara resmi Temu Profesi Tahunan XVI Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) di Makassar, Rabu. Demikian pula halnya dengan kontribusi subsektor pertambangan umum mengalami peningkatan dari Rp17,7 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp29,4 triliun pada tahun 2006. Meski demikian, kata Sembiring, dari total APBN 2006 sebesar Rp659 triliun, hanya sekitar Rp5,4 triliun dari APBN atau sekitar 2,3 persen dari kontribusi ESDM dalam total penerimaan negara yang digunakan untuk membangun sektor ESDM. Kontribusi sektor ESDM terhadap penerimaan negara diakui cukup tinggi, namun sebagian masyarakat masih banyak menolak adanya kegiatan pertambangan ini. Di tengah maraknya illegal logging (penebangan hutan secara liar) dan adanya kerusakan lingkungan, keberadaan pertambangan cenderung dipersepsikan sebagai sumber pencemaran lingkungan dan mengganggu kelestarian hutan. Bahkan, katanya, perusahaan pertambangan juga sering dituduh sebagai penyebab konflik di masyarakat serta menimbulkan permasalahan lingkungan. Sembiring mengkhawatirkan, persoalan ini akan memberikan dampak negatif terhadap investasi sektor ESDM di Indonesia. Pasalnya, tambah Sembiring, investasi sektor ESDM pada tahun 2006 yang terdiri atas investasi di bidang migas, ketenagalistrikan, mineral, batubara dan panas bumi, berjumlah sekitar 14,32 miliar dollar Amerika Serikat. Investasi pada tahun itu katanya, mengalami kenaikan sebesar 18 persen dibandingkan tahun 2005 sebesar 12,10 miliar dollar Amerika Serikat. Sedangkan investasi dibidang mineral, batubara dan panas bumi pada tahun 2006 sebesar 1,31 miliar dollar Amerika Serikat dimana nilai investasi ini mengalami kenaikan sebesar 38 persen bila dibandingkan dengan tahun 2005 yang hanya mencapai sekitar 945 juta dollar Amerika Serikat. Apalagi, katanya, pada saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Korea Selatan, telah ditandatangani komitmen investasi dibidang migas dan ketenagalistrikan sebesar 8,5 miliar dollar AS. Selain itu, kunjungan PM Jepang Abe juga telah diresmikan proyek-proyek bidang migas dan ketenagalistrikan hampir empat miliar dollar AS serta adanya penandatanganan komitmen investasi pada bidang migas dan ketenagalistrikan sebesar 2,2 miliar dollar AS. Sebab itu, pemerintah pusat saat ini, sedang mengupayakan untuk menghilangkan ketidakpastian berinvestasi, baik investasi dalam negeri maupun luar negeri yang dalam pasca krisis ekonomi, sangat dirasakan para pengusaha pertambangan akibat adanya ketidakpastian hukum, katanya. Hal ini juga, kata Sembiring, memperngaruhi iklim investasi di bidang mineral dan batubara, ditandai dengan semakin sedikitnya kegiatan eksplorasi pertambangan serta menurunnya indeks kepercayaan berinvestasi dari berbagai dunia. (*)

Copyright © ANTARA 2007