Jakarta (ANTARA News) - Demi menjalankan tugas sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), calon pimpinan KPK, Iskandar Sonhadji, rela istrinya dimusuhi. Saat menjalani seleksi wawancara terbuka di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa, Iskandar yang beristri seorang hakim itu ditanya tentang kesiapan istrinya soal pencalonannya sebagai pimpinan KPK. "Kita kan tahu, salah satu yang terkorup adalah lembaga pengadilan dan itu menyangkut para hakim. Bagaimana nanti jika anda harus menangani korupsi di pengadilan dan bagaimana posisi istri anda?" tanya anggota panitia seleksi (pansel) Mas Ahmad Santosa. Iskandar mengatakan, hal seperti itu bukan kondisi baru yang harus dihadapinya. Pria itu mengatakan, ia pernah menjadi anggota Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTK) di bawah pimpinan Adi Andojo, yang membongkar kasus suap di Mahkamah Agung (MA). "Saat itu, istri saya dijauhi, dimusuhi. Setiap ada orang ngobrol, kalau istri saya datang langsung bubar," ujarnya. Iskandar mengaku ia dan istrinya sudah siap menghadapi kondisi seperti itu. Pria yang aktif dalam LSM dan LBH pemberantasan korupsi itu mengatakan kegiatannya selama ini tidak menganggu karir istrinya. "Buktinya, istri saya bisa menjadi ketua pengadilan negeri," ujarnya. Iskandar justru mengatakan, apabila ia menjadi pimpinan KPK, ia justru mendapatkan kemudahan informasi untuk mengetahui korupsi di lembaga pengadilan dari istri dan mertuanya yang berprofesi sebagai hakim. "Tidak semua hakim itu jelek. Ada juga hakim yang marah melihat kondisi peradilan seperti ini," katanya. Iskandar yang berprofesi sebagai advokat mengaku tidak pernah berperkara di pengadilan tempat istrinya bekerja. Selama istrinya bertugas empat tahun di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Iskandar mengatakan ia tidak pernah menginjakkan kaki di pengadilan tersebut. "Padahal, di sana rezekinya besar. Dan jika saya mau, bisa saja saya berperkara dengan cara yang tidak benar. Tapi, dari awal saya sudah berkomitmen," ujarnya. Kantor hukum yang dimilikinya bersama dengan Bambang Widjojanto, menurut Iskandar, memiliki kebijakan untuk tidak menangani perkara korupsi sehingga ia tidak pernah membela seorang terdakwa koruptor di pengadilan. Iskandar dalam penuturannya selama wawancara mengatakan, kelemahan KPK yang sekarang adalah tidak fokus dan tidak memiliki target pemilihan kasus, sehingga terkesan hanya sebagai penerima laporan masyarakat saja. Calon pimpinan KPK lain, Iswan Elmi yang saat ini menjabat Direktur Penyelidikan KPK, dalam wawancara terbuka menuturkan, "capacity building" yang dilakukan oleh KPK selama tiga tahun terakhir cukup berhasil. Ia mengatakan, sebenarnya KPK selama ini bekerja diam-diam menangani kasus kakap dan belum bisa dibuka kepada publik. "Kasus kakap itu sudah dilakukan, tengah dikerjakan, tetapi kalau diekspos berantakan," ujarnya. Sebagai pimpinan KPK kelak, Iswan berjanji untuk mengutamakan kasus korupsi kakap dengan selektif memilih nilai kerugian negara, figur pelaku, serta luas dampaknya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007