Jakarta (ANTARA News) - DPR RI mengingatkan pemerintah pusat dan daerah agar berhati-hati dan mempertimbangkan secara mendalam terkait penetapan bupati/wakil bupati Aceh Tenggara karena penetapan itu telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. "Kita harapkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah berhati-hati dan harus memberi perhatian secara mendalam situasi di Aceh Tenggara," kata Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin. Agung mengimbau dilakukan kajian lebih mendalam sebelum mengambil keputusan untuk melantik bupati/wakil bupati mengingat penetapan kepala daerah di Kabupaten Aceh Tenggara berbeda dengan penetapan hasil Pilkada oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Tenggara. "Aceh Tenggara memiliki karakteristik tersendiri. Jangan sampai kedamaian di masyarakat rusak karena hal-hal yang sebenarnya sederhana," katanya yang menambahkan, pelantikan 14 camat di kabupaten ini yang ricuh beberapa hari lalu merupakan sinyal kurang baik. Anggota Komisi II DPR Prof Dr Ryass Rasyid mendesak pemerintah untuk meninjau ulang SK Mendagri tentang penetapan bupati/wakil bupati hasil Pilkada Aceh Tenggara 11 Desember 2006. Bahkan pengambilalihan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Tenggara oleh KIP Nanggroe Aceh Darusallam harus jelas sesuai prosedur. "Publik melihat jelas ada `conflic of interest` dalam pengambilalihan tersebut. Harus dikaji betul dan masalahnya harus jelas dulu," kata Ryass Rasyid. Mantan Ketua Pansus UU Pemerintahan Aceh Ferry Musrsyidan Baldan menyatakan, pengambilalihan wewenang KIP Agara oleh KIP NAD dapat merusak tatanan penyelenggaraan demokrasi dan preseden buruk bagi sistem pemerintahan di Tanah Air ke depan. "Bisa saja nantinya wewenang KIP Provinsi akan ditarik oleh pemerintah pusat," katanya. Sementara E Mangindaan juga meminta agar pemerintah menunda sementara pelantikan Hasanuddin Beruh dan Syamsul Bahri sebagai bupati/wakilbupati Agara. Pemerintah hendaknya merevisi keputusan tersebut," katanya. Sikap senada juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Golkar (F-PG) Priyo Budisantoso yang meminta Mendagri untuk menunda pelantikan bupati Agara karena masalah tersebut belum kunjung selesai. ?Mengingat resiko dan konflik horizontal yang akan dihadapi,? kata Priyo. Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud juga mengatakan penetapan hasl Pilkada Agara di luar aturan karena tanpa prosedur yang benar. Pihaknya akan menanyakan masalah ini kepada pihak terkait di tingkat yang lebih tinggi agar menjadi perhatian nasional. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menyatakan, dalam sengketa Pilkada Agara sebaiknya dilihat kepentingan daerah dan mengembalikan keputusan kepada KIP Kabupaten sesuai mekanismen yang berlaku.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007