Jakarta (ANTARA News) - Jelang pernikahan, selain menyiapkan berbagai kebutuhan pernikahan, calon pengantin juga disarankan untuk menyiapkan diri dengan menjalani program edukasi pernikahan.

Menurut psikolog klinis dewasa, Sri Juwita Kusumawardhani, edukasi pranikah penting sebagai bekal pengetahuan dalam menjalani pernikahan.

"Kabanyakan orang hanya fokus ke hari H saja, untuk mewujudkan dream wedding. Pre-marital education ini seperti life vest untuk mengetahui apa yang akan dilakukan nantinya, ujar perempuan yang akrab disapa Wita itu, dalam talkshow "Ready to Say I Do," di Jakarta, Sabtu.

Selain itu, edukasi pranikah, menurut Wita, juga dapat meningkatkan kualitas dan kepuasan pernikahan.

Berdasarkan riset, Wita mengatakan, mereka yang menjalani edukasi pranikah memiliki hubungan pernikahan yang lebih baik. "Pasangan saling menerima," kata dia.

Dengan demikian, edukasi pranikah diharap dapat menghindari perceraian.

Sebelum menikah, psikolog Wita mengatakan seseorang harus menyejahterahkan diri sendiri dalam hal mental, yakni harus memiliki konsep dan harga diri, kemandirian, kematangan emosi dan mengetahui isu pribadi.

Konsep diri yang tidak sehat ditemukan sebagai faktor kesehatan mental dan hubungan romantis yang buruk.

"Jika tidak memiliki konsep dan kepercayaan diri kecenderungannya akan ada perselingkuhan karena ingin menunjukkan kehebatan kepada pasangan dengan cara selingkuh," ujar Wita.

Memiliki kemandirian finansial, menurut Wita, juga penting. Membiarkan adanya "stakeholder," misalnya orang tua, dalam sebuah pernikahan, artinya mengizinkan mereka untuk melakukan intervensi.

Kemandirian juga memiliki arti kemandirian dalam mengambil keputusan dan memiliki tujuan hidup pribadi. Tujuan hidup tidak hanya dalam hal materi, pasangan juga dapat memiliki target untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

"Salah satu ciri individu yang dewasa dan siap menikah ditandai dengan kemandirian," kata Wita.

Selanjutnya, kematangan emosional juga wajib dimiliki sebelum menikah. Menurut Wita, mengecilkan perasaan pasangan termasuk tanda kurang matang secara emosi.

Oleh karena itu, seseorang harus memahami perasaan diri sendiri dan mengetahui isu pribadi, misalnya kebiasaan saat marah.

"Banyak orang yang memutuskan menikah padahal masih belum mengenal diri sendiri. Bagaimana mengenal pasangan, apalagi nantinya punya anak," ujar Wita.

Baca juga: Jangan menikah karena lima alasan ini

Baca juga: Menikah asyik di tanggal cantik

Baca juga: Raline Shah bingung jawab pertanyaan kapan menikah

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018