Kami trauma dengan beberapa UU yang kami tetapkan tapi sampai sekarang belum turun. Ini jadi catatan kami"
Jakarta (ANTARA News) - Perdebatan masih sengit terkait pungutan 10 persen dari laba bersih perusahaan untuk dana konservasi air dalam Rancangan Undang Undang Sumber Daya Air (RUU SDA).

Dunia usaha yang merasa keberatan dengan klausul yang muncul itu dalam pembahasan RUU SDA  sejak Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang SDA pada 2017 lalu.

"Kami minta itu dihilangkan, termasuk bank garansi, karena kami hanya atur hal yang sifatnya umum dan makro dalam UU tersebut," kata Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Air dan Sumber Daya Firdaus Ali, di Jakarta, Selasa.

Menurut Ali, sejumlah aturan dalam RUU SDA nantinya tidak akan secara detail dijabarkan dalam UU. Aturan detail akan dijabarkan dalam turunan UU tersebut.

Namun, ia mengaku tim pembahas belum memutuskan penghapusan aturan tersebut nantinya.

"Ini akan kami kembalikan ke khittahnya UU tersebut. Meski demikian, tim kami belum sampai titik tersebut. Tapi kami sudah punya catatan kalau ini jangan diatur dalam UU," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis mengatakan usulan bank garansi dan dana pungutan masih akan dibahas lebih lanjut.

Pasalnya, Fary mengatakan pemerintah sendiri mengusulkan adanya biaya jasa pengelolaan sumber daya air. Namun, parlemen tampak keberatan karena tanpa dicantumkan dalam UU pencairannya menjadi lambat.

"Untuk itu kami tentu akan membahas, karena bicara soal biaya, kami mau itu dicantumkan dalam UU. Kami trauma dengan beberapa UU yang kami tetapkan tapi sampai sekarang belum turun. Ini jadi catatan kami," katanya.

Baca juga: Apindo nilai RUU SDA berpotensi buat industri kolaps
Baca juga: Kemenperin: Tidak tepat pengelolaan air dibatasi hanya BUMN dan BUMND
 

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018