Jakarta (Antara) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan mengumumkan putusan pengadilan mengenai pembekuan dan pelarangan Jamaah Anshor Daulah (JAD) yang telah dianggap sah atau berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Alhasil, seluruh anggota, simpatisan, kegiatan, dan apapun yang terafiliasi dengan JAD tidak boleh beroperasi di Indonesia karena sudah dianggap terlarang.

"Pembekuan dan pelarangan, bukan pembubaran, karena itu istilah administrasi hukum. Sementara JAD sebagai suatu korporasi itu kaitannya tindak pidana terorisme, jadi eksekusi yang dimungkinkan adalah pembekuan dan pelarangan," kata Jaksa Utama Muda Heri Jerman selepas memasang lembar pengumuman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

Ia menjelaskan putusan pelarangan Jamaah Anshor Daulah penting disebarluaskan ke masyarakat, karena JAD bukan organisasi berbadan hukum di Indonesia.

"Hari ini kita melakukan eksekusi terhadap korporasi JAD, karena dia tidak berbadan hukum, caranya adalah dengan memasang pengumuman melalui pengadilan, dan nanti lewat media massa juga," terang Jaksa Heri.

Heri mengungkapkan masyarakat perlu mengetahui pengumuman tersebut karena sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 809/PID.B/2018/JKT.SEL, seluruh kegiatan, kelompok, dan individu yang terafiliasi dengan JAD akan dianggap melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Baca juga: Hakim nyatakan JAD organisasi terlarang

Putusan pengadilan yang dibacakan pada 31 Juli itu, dinyatakan berkekuatan hukum tetap pada 3 Agustus.

"Penuntut umum butuh waktu sekitar dua hari untuk menyampaikan sikap terhadap hasil putusan, karena kita perlu mempelajari poin demi poin agar tidak ada yang terlewat," terang Heri.

Dalam amar putusan yang dibaca Hakim Aris Buwono Langgeng, ketua majelis sidang pembubaran JAD, organisasi itu dianggap telah melanggar Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan jadi UU No.15/2003.

"(Majelis Hakim) menetapkan untuk membekukan Jamaah Anshor Daulah atau JAD dan organisasi lainnya yang terafiliasi dengan ISIS (Islamic State in Iraq and Syria), DAESH (Al Dawla Al Sham), ISIL (Islamic State in Iraq and Levant), dan IS (Islamic State) sebagai korporasi terlarang di Indonesia," kata ketua majelis Hakim Aris Buwono Langgeng dalam amar putusannya, Selasa (31/7).

Putusan lainnya, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan juga menyatakan JAD terbukti melakukan tindak pidana terorisme. Alhasil, sesuai dengan tuntutan tim penuntut umum, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan pun menjatuhkan tindak pidana denda sebesar Rp5 juta, dan biaya perkara sebesar Rp5 ribu.

Jaksa Heri menambahkan, JAD, melalui kuasa hukumnya telah membayar denda sebesar Rp5 juta ke negara.

Sidang pembubaran JAD berlangsung sejak Selasa (24/7) pekan lalu. Agenda sidang langsung diisi dengan pemeriksaan lima saksi, empat di antaranya anggota JAD, dan sisanya, satu saksi ahli.

Baca juga: Jaksa pertimbangkan vonis pembubaran JAD

Saksi yang dihadirkan di persidangan, diantaranya Saiful Muhtohir alias Abu Gar, Yadi Supriyadi alias Abu Arkom, Joko Sugito, dan Iqbal Abdurahman. Sementara itu, saksi ahli yang dihadirkan, Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Prof Sutan Remy Sjahdeini. 

JAD merupakan organisasi bukan berbadan hukum yang dinilai terkait dengan sejumlah serangan teror, diantaranya Bom Thamrin di Jakarta, ledakan di Bandung, Bom Molotov di Samarinda, serangan di Mako Brimob, dan aksi  bom bunuh diri di Surabaya.
(T. KR-GNT/

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2018