Peringatan Hari Anak Nasional, lampu kuning untuk anak Indonesia
Jakarta (ANTARA News) - Selain menghadirkan nilai positif, perkembangan teknologi dan informasi juga dinilai menimbulkan pengaruh negatif, bahkan dampak buruknya telah sampai pada tahap lampu kuning untuk anak Indonesia.
    
Anggota Komisi IX DPR RI 2014-2018 Okky Asokawati di Jakarta pada Senin menyampaikan catatan khusus terkait peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2018.  

"Peringatan Hari Anak Nasional, lampu kuning untuk anak Indonesia," katanya.

Dia mengatakan, perkembangan teknologi dan informasi yang begitu masif satu sisi turut serta membangun peradaban. Namun di saat bersamaan juga memberi ancaman serius bagi masa depan anak Indonesia.

"Kita sebagai bangsa harus waspada, bijak dan mengantisipasi dampak negatif atas kemajuan sektor informasi dan tekhnologi ini," katanya.

Sejumlah langkah yang dilakukan pemerintah dalam memproteksi konten internet memiliki visi perlindungan terhadap anak. "Ini patut kita apresiasi," katanya.  

Penggunaan gawai oleh anak-anak harus mendapat pengawasan yang ketat oleh orang tua dan guru. Dampak negatif terhadap penggunaan gawai akan memengaruhi terhadap tumbuh kembang anak.

Karena itu, orang tua harus mengarahkan penggunaan gawai untuk hal-hal positif seperti pendidikan, kreativitas, olahraga dan lain-lain.

Di sisi lain, perokok anak di Indonesia masuk pada level lampu kuning yang sangat mengkhawatirkan. Menurut data tahunan Tobbaco Control Atlas Asean, perokok usia anak di Indonesia mencapai 30 persen atau sekira 20 juta anak (usia di bawah 18 tahun).

Bahkan jika merujuk data Komnas Perlindungan Anak tahun 2008-2012 perokok usia di bawah 10 tahun mencapai 239.000, dan untuk usia 10-14 tahun di angka 1,2 juta anak Indonesia. Angka ini sungguh merisaukan dan mengancam masa depan anak Indonesia.

Pemerintah dan seluruh stakeholder harus melakukan perlawanan konkret atas masifnya perokok di kalangan anak-anak.     

Sejumlah langkah yang bisa ditempuh misalnya menaikkan harga rokok per bungkus rata-rata minimal Rp50 ribu, melarang iklan rokok di ruang publik terbuka serta langkah preventif lainnya.

Di sisi lain, pernikahan yang terjadi pada usia anak-anak juga masuk pada level lampu kuning. Data Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, data tahun lalu disebutkan anak menikah mencapai angka 340 ribu.
    
Angka ini menduduki rangking ketujuh dunia. Efek turunan yang terjadi terhadap pernikahan dini yakni kesehatan reproduksi, ancaman kematian pada ibu hamil dan anak serta gizi anak.     

Pemerintah harus tegas untuk menindak oknum aparat pencatat pernikahan yang meloloskan pernikahan anak.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah dan kalangan agamawan dan orang tua terkait persoalan pernikahan dini ini harus semakin intens.
   
"Saya mendesak BKKBN tidak hanya mengurus urusan kontrasepsi saja, namun persoalan pernikahan anak sudah sangat mengkhawatirkan, juga harus direspons oleh BKKBN.
    
Jumlah pekerja anak yang masih tinggi yakni sebesar 1,6 juta pada tahun 2015 merupakan angka yang memprihatinkan.

Kementerian Tenaga Kerja harus lebih intensi dalam pengawasan serta sosialisasi kepada stakeholder terkait persoalan tersebut.

"Target pemerintah pada tahun 2022 menghilangkan pekerja anak harus dikonkretkan dengan melakukan langkah-langkah nyata," katanya

Redesain model pembelajaran yang mendorong model partisipatoris anak didik.

"Anak diberi kemerdekaan untuk menyampaikan pendapatnya," kata  
politisi Partai NasDem yang sebelumnya di PPP itu.

Posisi guru  mengarahkan anak didik. Upaya ini sejalan dengan mendorong penguatan pendidikan karakter terhadap anak didik sebagaimana komitmen pemerintah melalui Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.    

Baca juga: Peringatan Hari Anak di Pasuruan dikritik karena disisipi promosi rokok

Baca juga: Pernikahan dini masih bayangi anak-anak Indonesia

Baca juga: Selamat Hari Anak Nasional di Google Doodle








 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018