Magelang (ANTARA News) - Para pekerja penambangan pasir Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa, mendatangi gedung DPRD setempat menuntut penghentian pungutan yang dinilai mereka sebagai tidak berdasar hukum (pungli). Mereka yang tergabung dalam Paguyuban Bolorodo (sopir truk pengangkut pasir) dan Punokawan (penambang manual) itu diterima berdialog dengan Ketua Komisi A DPRD, Sukardi, didampingi Kepala Dinas Pertambangan, Eko Triyono, dan Camat Srumbung Ali Setyadi, serta Kepala Kantor Satpol PP, Hamam Komari. "Di wilayah jalur penambangan Srumbung timur ada pungli yang besarnya sampai Rp15 ribu per angkutan, oleh kelompok dari dua desa serta preman, dan diketahui pak camat," kata Ipung, pimpinan Bolorodo. Pihaknya meminta pungutan yang tidak berdasar hukum itu dihentikan dan aparat pemerintah yang terlibat diusut sesuai aturan hukum yang berlaku. Pimpinan Punokawan, Fatul Mujib mengatakan, delapan kelompok penambang manual di alur Kali Bebeng, Kecamatan Srumbung yang berizin telah bergabung dalam Koperasi Ngudi Lestari. Pihak koperasi itu memungut retribusi di lokasi penambangan sesuai dengan kesepakatan anggota. Pihaknya tidak bersedia bergabung dalam sistem pungutan retribusi satu atap oleh dua kelompok penambang berizin lainnya yang dibentuk muspika setempat. Alur kali Bebeng seluas 10 hektare telah dibuka oleh pemkab setempat untuk 10 kelompok penambang yang berizin, sedangkan Bupati Magelang, Singgih Sanyoto, telah mengeluarkan Surat Keputusan nomor 80/42/03/2006 tentang penghentian pungli. Pendamping para penambang dari LSM Gemasika (Gerakan Masyarakat untuk Transparansi Kebijakan) Kabupaten Magelang, Iwan Hermawan, mengatakan penambang yang tergabung dalam koperasi itu tidak melakukan pungutan, tetapi iuran dalam jumlah tertentu sesuai kesepakatan untuk membayar utang pengurusan izin penambangan. "Mereka itu punya utang sampai Rp18 juta untuk mengurus izin sehingga melakukan iuran," katanya. Ia meminta aparat pemerintah yang terlibat dalam pungli supaya ditindak sesuai aturan yang berlaku. Camat Ali mengatakan, hingga saat ini memang terjadi perpecahan di antara 10 kelompok penambang di kawasan itu menjadi dua kelompok, yakni gabungan delapan kelompok dan gabungan dua kelompok. Para kepala desa, katanya, menghendaki pungutan retribusi tidak secara sendiri-sendiri tetapi menjadi satu atap. "Kami ingin menyatukan, tetapi di lapangan berbeda," katanya. Ia mengatakan, pungutan yang dilakukan di jalan menuju Kali Bebeng oleh gabungan dua kelompok itu bukan pungli dan dirinya berjanji akan menyelesaikan persoalan tersebut. Ketua Komisi A DPRD, Sukardi, menegaskan pungutan liar harus dihentikan dan tim eksekutif harus segera menggelar rapat koordinasi untuk menyelesaikan masalah itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007