Jakarta (ANTARA News) - Pelaku pasar melihat penetapan harga secondary offering (penawaran umum kedua) 3,95 miliar saham PT Bank BNI (BBNI), termasuk 474 juta saham yang ditawarkan melalui opsi penjatahan pada Rp2.050 per saham di bawah harga perkiraan pasar (undervalue). "Harga itu undervalue, karena pasar memperkirakan sekitar Rp2.300, namun kenyataannya hanya 2.050 per saham," kata pelaku pasar dari PT Bapindo Bumi Sekuritas Harry Kurniawan, di Jakarta, Selasa. Dia mengungkapkan bahwa rata-rata divestasi yang dilakukan oleh pemerintah memang rata-rata murah. "Mungkin pemerintah melihat kinerja BNI sehingga membuat keputusan harga ini," tambahnya. Harry mengatakan bahwa kinerja saham yang berkode di lantai pasar modal BBNI itu menjadi sorotan pelaku pasar, dimana biaya operasionalnya lebih tinggi dari Bank Mandiri, namun secara industri sejajar. "Sehingga pemerintah tidak berani mematok harga di atas harga saham Mandiri," jelasnya. Harga saham BBNI per Selasa (31/7) ditutup Rp2.475 atau turun Rp200 dari penutupan hari sebelumnya. Pelaku pasar memprediksikan harga secondary offering BBNI ini di kisaran Rp2.400-Rp2.700, sehingga membuat harga saham bank BUMN ini sempat mencapai level tertinggi Rp2.900 pada Jumat (27 Juli). Namun saat harga penetapan dari pemerintah di bawah perkiraan pasar, harga saham bank BNI kembali turun dengan harga penutupan Rp2.450. Harry mengungkapkan, turunnya harga saham bank BNI yang hampir tujuh persen tidak mempengaruhi indeks BEJ, karena belum dimasukkan perhitungan indeks. "Saham BBNI belum masuk perhitungan indeks, karena jumlah saham publik yang masih di bawah satu persen," jelasnya. Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil dalam konferensi pers di Jakarta, mengatakan pemerintah memutuskan harga BBNI akan dijual di level Rp2.050 dan diharapkan akan memperoleh total dana kotor sebesar Rp8,1 triliun. Dengan adanya divestasi ini, saham BBNI di pasar semula hanya dimiliki masyarakat kurang dari satu persen akan melonjak menjadi sekitar 27 persen dan kepemilikan saham pemerintah berkurang menjadi 73 persen. Sampai saat ini Bank BNI masih didominasi pemerintah Indonesia dengan kepemilikan saham sebesar 99,12 persen, Ahmad Baiquni 0,05 persen, dan publik 0,83 persen. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007