Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memungkinkan calon independen ikut Pilkada merupakan bentuk peringatan kepada partai politik untuk segera memperbaiki diri. Pakar politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Daniel Saparingga, mengatakan dengan adanya keputusan MK tersebut, maka partai politik harus berbenah karena setiap orang yang dinilai layak dapat mencalonkan diri tanpa ada dukungan dari partai. Namun demikian, Daniel menambahkan keberadaan calon independen seharusnya tidak dipandang sebagai cara untuk mengabaikan partai politik dalam sistem demokrasi. Untuk itu, katanya, partai politik harus berubah menjadi lebih baik dan bekerja keras untuk menyediakan orang-orang partainya yang memiliki kualitas memadai "Kalau partai politik tidak berubah, justru delegitimasi akan berjalan sangat sistematis dan akan membuat negara dengan sistem demokrasi menjadi ambruk. Di negeri ini partai politik sedang bergolak, tetapi orang belum mau tunduk pada wibawa partai," katanya. Sementara itu, menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nurdin Tampubolon putusan MK mengabulkan calon kepala daerah independen atau tidak melalui parpol merupakan putusan yang sangat tepat yang memberikan angin segar bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. "Putusan yang menggembirakan ini sudah pasti akan dimanfaatkan putra-putri terbaik untuk ikut berkompetisi dalam pilkada," katanya. Menurut Nurdin, selama ini banyak putra-putri terbaik yang gagal maju sebagai calon kepala daerah akibat tidak mempunyai partai politik dan kurang mempunyai kemampuan finansial. Kesannya, kata Nurdin, selama ini orang yang bisa calon hanyalah orang partai politik, orang yang dekat dengan pimpinan partai politik dan memiliki kemampuan finansial. Jika syarat tersebut tidak dimiliki seorang calon, maka jangan berharap untuk bisa maju sebagai salah satu calon. Nurdin optimis, keputusan MK yang mengabulkan calon independen, bukan hanya akan melahirkan pimpinan yang profesional tetapi juga akan mengubah suasana, baik terhadap perpolitikan indonesia. Partai politik juga akan dipacu untuk memperbaiki kinerjanya dengan mencari calon pemimpin yang baik sehingga membuat persaingan yang sehat. "Jika parpol tidak mencari calonnya yang baik dan sesuai dengan keinginan masyarakat, sudah jelas calon indenpenden akan menang," katanya. Kaji lebih dalam Menurut Sekjen DPP PDI-Perjuangan, Pramono Anung, di Palembang, PDI-Perjuangan sebagai bagian dari bangsa tentu akan melihat bahwa keputusan itu dan akan mempelajari serta mengkajinya. "Kami yakin dan percaya sebuah demokrasi akan maju apabila partai politik sebagai komponen utama demokrasi bisa berjalan dengan baik, ketika MK memutuskan akan mengizinkan atau memperbolehkan adanya calon independent tentunya ini perlu kami kaji secara mendalam," katanya. Sementara, Ketua Dewan Penasihat DPP Partai Golkar, H. Surya Paloh, mengemukakan masalah keputusan MK mengizinkan kehadiran calon independent merupakan suatu hal yang cukup memberikan surprise tentunya bagi posisi Partai Politik di negeri ini. "Saya yakin ini merupakan suatu pekerjaan rumah yang akan dilakukan segera untuk dievaluasi oleh DPP Partai Golkar, saya yakin dan percaya juga tentunya sahabat saya mas Taufik Kiemas beserta rekan-rekan dari DPP PDI-Perjuangan akan mengambil sikap sama," ujarnya. Jadi, akan mencoba melakukan evaluasi dan melihat sisi baik, sisi buruk hasil dari keputusan MK itu, paparnya. Sementara itu, Ketua DPP Partai Hanura, Fuad Bawazier, memiliki pendapat lain. Ia menilai sebaiknya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan calon independen diperluas bukan hanya untuk kepala daerah, tetapi juga dapat berlaku untuk DPR, DPRD, dan Presiden. "Saya menginginkan calon independen diperluas tidak hanya kepala daerah, tetapi dengan pengaturan mekanismenya supaya di DPR, DPRD, dan presiden ada jalur untuk calon independen," kata Fuad di Jakarta, Selasa. Fuad mengatakan dirinya mendukung putusan calon independen karena hal itu akan membuat demokrasi lebih terbuka, luas, dan adil. Ia menjelaskan tidak bisa partai menjadi semacam kekuatan monopoli yang semuanya melalui partai, sehingga partai jadi partai yang korup. "Semuanya jadi duit karena punya kekuatan monopoli, di mana-mana monopoli punya sifat mencari keuntungan lebih dari yang semestinya. Karena itu, akhirnya partai-partai jualan tiket karena tidak ada pilihan," katanya. Akibatnya, lanjut Fuad, karena orang jadi kepala daerah harus ambil tiket dari partai politik. Sebagian pilihan masyarakat tidak semuanya mau menyalurkan via partai politik sehingga golput besar di Indonesia karena masalah parpol. "Menutup sama sekali jalur calon independen, sementara partainya belum benar adalah ngak beres. Jadi kita harus membuka untuk jalur independen," katanya. Perlu aturan Lebih Lanjut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Saut Situmorang, mengatakan penerapan keputusan MK yang meloloskan permohonan pengajuan calon kepala daerah independen tidak berasal dari partai politik masih menunggu aturan baru. Saut Situmorang mengatakan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah harus disempurnakan bisa dengan peraturan pengganti undang-undang atau revisi UU yang bersangkutan setelah ada keputusan dari MK. "Saya yakin, pemerintah dan DPR akan menindaklanjuti keputusan MK secepatnya," katanya tanpa menyebutkan target waktu. Namun, Saut mengatakan pihaknya belum menerima hasil dari putusan MK. "Kita (Depdagri) belum menerimanya. Nanti setelah kita terima akan kami pelajari, untuk kemudian diputuskan apakah dikeluarkan peraturan penganti undang-undang atau UU," ujarnya. Ia menjelaskan jika dilakukan revisi UU 32 tahun 2004 dan perpu, maka harus masuk dalam prolegnas (program legislasi nasional) dan diperlukannya konsultasi publik. "Hal itu, tidak bisa dilakukan seperti membalik telapak tangan. Keputusan MK kan, baru kemarin," ujarnya. Adanya kekhawatiran pilkada diundur untuk menunggu peraturan diberlakukannya calon independen, Saut mengatakan, pengunduran pilkada tidak mudah dilakukan, karena harus ada pengajuan penjabat tiga orang yang dicalonkan dan hal itu, akan sangat rumit. Hal serupa juga disampaikan anggota Fraksi Partai Golkar di Komisi II DPR, Ferry Mursyidan Baldan. Ia mengatakan keputusan MK tersebut masih membutuhkan pengaturan lebih lanjut, sehingga tidak menggoncangkan pelaksanaan pesta demokrasi di daerah-daerah. "Banyak yang masih perlu diatur dan karenanya tidak serta merta berlaku. Misalnya tentang bagaimana juga kaitan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu dengan pasal 59 ayas (1), yang penjelasannya pernah di-'review' juga oleh MK. Jadi, tentu semua ini memerlukan pengaturan yang komprehensif," katanya. Ferry Mursyidan Baldan juga mengingatkan pengaturan yang komprehensif itu jangan sama sekali diabaikan, sehingga semangat keputusan MK itu tidak `mengguncangkan` pelaksanaan Pilkada. Ketua Pansus RUU Pemilu di DPR RI ini juga menunjuk pasal 56 ayat (2) Undang Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 yang diuji MK. "Kalau pasal ini dihapus atau dibatalkan, maka pertanyaannya, bagaimana pintu pencalonannya? Jadi mestinya akan lebih jelas jika pintu pencalonannya ditambah. Jadi selain Parpol, gabungan Parpo, juga calon perorarangan," tukas Ferry Mursyidan Baldan. Terhadap hal itu semua, Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR ini menilai keputusan MK itu sesungguhnya tidak membatalkan atau menghentikan proses Pilkada yang sedang berjalan. "Untuk bisa berlaku, maka harus dituangkan dalam UU, karena juga menyangkut mekanisme pencalonannya. Kalau tidak, nanti semua (orang) bisa mendaftar," katanya mengingatkan. Ferry Mursyidan Baldan menambahkan karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa membuat pengaturannya sebagai konsekwensi eksistensinya hanya sebagai pelaksana UU, semua yang terjadi pasca keputusan MK, perlu diatur lagi lebih lanjut. "Dan karena itu pula, semua Pilkada yang belum memulai tahapannya, apakah ditunda atau tetap sesuai jadwal, ini perlu diatur juga. Dan salah satu pemikiran untuk jalan keluar yang harus dilakukan pemerintah, ialah mengeluarkan Perpu sebagai landasan hukum pelaksanaan Pilkada," usulnya. Ini penting, karena menurut Ferry Mursyidan Baldan, jika keputusan MK tak segera diantisipasi, berpotensi menimbulkan kekacauan (chaos) dalam pelaksanaan Pilkada. "Perpu dan atau aturan pelaksanaan tersebut amat diperlukan juga agar tidak menimbulkan keraguan bagi daerah yang akan menyelenggarakan Pemilu," kata Ferry Mursyidan Baldan. (*)

Copyright © ANTARA 2007