Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI Komisi XI, Drajad Wibowo, mengatakan penilaian aset para obligor BLBI harus diselidiki karena tidak mungkin penilaian tersebut selesai dalam waktu singkat dan berdasarkan evaluasi "di atas meja". "Kita harus lihat aset-aset mereka yang dulu itu penilaiannya bagaimana, itu yang ingin kita telusuri. Sebab bagaimana mungkin kita bisa menentukan dalam waktu yang amat singkat begitu," kata Drajad anggota Fraksi Parta Amanat Nasional itu di Jakarta, Rabu. Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan keputusan pencekalan terhadap delapan obligor BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Kedelapan obligor itu diharuskan membayar kewajiban BLBI kepada pemerintah senilai Rp3,26 triliun. "Tapi selama ini ada perbedaan angka antara jumlah utang versi pemerintah dengan versi para obligor," katanya. Perbedaan angka tersebut diketahui jumlahnya mencapai Rp800 miliar. Bahkan pemerintah juga meminta pertimbangan DPR sebab antara perhitungan versi BPK dengan Departemen Keuangan pun terjadi perbedaan nilai sebesar Rp243 miliar. Total kewajiban obligor versi BPK senilai Rp2,293 triliun sementara versi pemerintah Rp2,54 triliun. Oleh karena itu Drajad menegaskan perlunya penyelidikan untuk mengetahui secara detail bagaimana aset tersebut dinilai. "Idealnya kita harus mengetahui itu," katanya. Delapan obligor BLBI itu adalah mantan pemegang saham eks Bank Bira, Atang Latief, mantan pemegang saham eks Bank Pelita dan Bank Istimarat Indonesia, Agus Anwar, mantan pemegang saham eks Bank Lautan Berlian, Ulung Bursa, dan mantan pemegang saham eks Bank Putera Multikarsa, Marimutu Sinivasan. Selain itu, mantan pemegang saham eks Bank Tamara, Omar Putirai, mantan pemegang saham eks Bank Tamara, Lidia Muchtar, mantan pemegang saham eks Bank Namura Internusa, James Sujono Januardy, dan mantan pemegang saham Namura Internusa, Adi Saputra Januardy Pramono.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007