Samarinda (ANTARA News) - Puluhan massa Front Pembela Islam (FPI) Kaltim "menyerbu" Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAIN) Samarinda di Jalan Abul Hasan, aksi demo itu terkait dengan pemuatan karikatur Nabi Muhammad, SAW dalam buletin kampus "Sapu Lidi". Dilaporkan di Samarinda, Jumat puluhan massa dari berbagai Ormas Islam yang dimotori Front Pembela Islam (FPI) Kaltim, melakukan unjuk rasa di depan kampus. Karikatur itu diduga diambil dari internet karena sama dengan yang pernah disiarkan oleh media Denmark yang sempat menimbulkan kemarahan umat Islam di berbagai negara. Sementara isi berita di buletin itu tidak ada persoalan, hanya yang dimasalahkan adalah karikatur gambar orang bersorban membawa pedang serta diapit dua wanita mengenakan cadar itu. Aksi unjuk rasa itu dipimpin langsung Ketua FPI Kaltim Muhammad Alwi Assegaf. Dengan mengendarai sebuah mobil pick up serta puluhan kendaraan roda dua, massa bergerak dari Lapangan Gelanggang Olahraga Segiri Jalan Kusuma Bangsa sekitar pukul 09:00 Wita dan langsung memarkir kendaraan di depan pintu masuk kampus STAIN. Perwakilan pengunjuk rasa langsung diterima pihak STAIN yang difasilitasi Wakapoltabes Samarinda, Ajun Komisaris Besar Hadi Purnomo. Saat perwakilan massa melakukan pertemuan dengan pihak Kampus STAIN sebagian pengunjuk rasa berorasi di depan kampus sambil membagikan selebaran dan membakar dua bendera PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Ketegangan sempat terjadi saat pengunjuk rasa mencoba menerobos pintu STAIN dengan membuka paksa gembok yang dipasang. Bahkan, aksi saling dorong antara pengunjuk rasa dan polisi tak terhindarkan saat pengunjuk rasa berhasil membuka gembok pintu gerbang kampsu STAIN dengan menggunakan palu. Beruntung, bentrokan antar pengunjuk rasa dan polisi dapat dihindarkan saat Kasat Intel Poltabes Samarinda Komisaris Ibrahim meminta masa untuk tidak memaksa masuk, sebab perwakilan mereka masih melakukan perundingan. Usai melakukan perundingan, Ketua FPI Kaltim Muhammad Alwi Assegaf mengatakan bahwa pertemuan itu tidak menghasilkan kesepakatan apa-apa. Ia menjelaskan bahwa pihak STAIN masih akan melakukan pertemuan secara internal untuk memutuskan tuntutan FPI Kaltim yang meminta pengelola Buletin Sapu Lidi dikeluarkan dari STAIN. "Pertemuan ini tidak menghasilkan apa-apa, sebab pihak STAIN tidak berani mengambil keputusan untuk mengeluarkan mahasiswanya yang terlibat kasus pelecehan Nabi Muhammad," ujar Ketua FPI Kaltim di hadapan massa. Dia mengancam akan menurunkan massa lebih besar lagi, jika pihak STAIN tidak melakukan tindakan tegas terhadap pengelola buletin Sapu Lidi. Bahkan, massa mengancam akan melakukan sweeping untuk mencari pengelola majalah Sapu Lidi jika tidak ada kepastian atas tindakan yang dianggap melakukan penistaan terhadap umat Islam di Kaltim. "Kami menuntut agar mereka (pengelola Buletin Sau Lidi) di DO (droup out) dan phak STAIN membekukan segala aktifitas PMII Komisariat STAIN. Juga menuntut polisi untuk segera mengusut tuntas dan menangkap pelakunya," ujar Muh. Alwi Assegaf. Sementara, Ketua Ansor Kaltim yang juga mantan Ketua Umum PMII Kaltim, Saparuddin yang ikut menyaksikan aksi unjuk rasa itu mengaku sangat menyayangkan pembakaran bendera PMII dalam aksi unjuk rasa itu. "Saya sangat menyayangkan pemuatan karikatur Nabi Muhammad itu, tetapi saja juga menyesalkan tindakan mereka (pengunjuk rasa) yang membakar bendera PMII. Mestinya, mereka harus obyektif melihat masalah ini, dan bukan melihat lembaganya tetapi individu yang melakukannya," kata Saparuddin. Ketua Anshor Kaltim itu mengaku sejak kasus itu mencuat, dia sebagai mantan ketua Uum PMII dan sebagai tokoh pemuda langsung memanggil pengelola buletin Sapu Lidi. "Masalah ini harus diselesaikan dengan kepala dingin dan melalui musyawarah, bukan dengan aksi unjuk rasa. Kamis malam kemarin, saya telah memanggil pengelola buletin itu, dan mereka sudah meminta maaf kepada kami, MUI dan bahkan FPI," katanya. "Mestinya, MUI mempertemukan semua pihak untuk menyelesaikan kasus ini agar tidak berkembang lebih luas lagi," imbuh Ketua Anshor Kaltim itu. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007