Jakarta (ANTARA News) - Surat tuntutan terhadap mantan ketua DPR Setya Novanto yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menegaskan bahwa Setnov pernah menakan anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani agar mencabut keterangannya dalam penyidikan kasus korupsi KTP-Elektronik.

"Awal 2017 berbarengan dengan akan dibacakannya surat dakwaan Irman dan Sugiharto, terdakwa bersama-sama dengan Jamal Azis, Chairuman Harahap, Markus Nari dan Akbar Faisal melakukan penekanan terhadap Miryam S Haryani agar mencabut keterangannya sebagaimana BAP," kata JPU KPK Eva Yustisiana dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Setnov menjamin jika Miryam S Haryani mencabut keterangannya di BAP maka Miryam S Haryani tidak akan menjadi tersangka di KPK.

"Atas penekanan tersebut, Miryam S Haryani pada 23 Februari 2017 benar-benar mencabut seluruh BAP-nya seperti arahan terdakwa," ungkap Jaksa Eva.

JPU KPK menilai perbuatan Setnov bersama-sama dengan kawan pesertanya merupakan perbuatan penyalahgunaan wewenang.

"Karena terdakwa sebagai anggota DPR yang punya fungsi pengawasan justru menjadi bagian melakukan tindak pidana yang berbeda dengan tujuan utama diberikannya kewenangannya tersebut," tambah jaksa Eva.

Dalam perkara ini, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan pembayaran uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar seperti yang sudah dikembalikan Setnov subsider 3 tahun penjara.

KPK juga meminta agar hakim mencabut hak Setnov untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemindaan.

Setya Novanto akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada 13 April 2018.

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018