Kupang (ANTARA News) - Timor Leste sedang menuju ke arah negara yang gagal, karena konstitusinya sangat lemah dalam menyusun sebuah pemerintahan berdasarkan hasil pemilu parlemen. "Pemerintahan di negara itu memang belum dibentuk, tetapi wacana dalam menafsirkan Pasal 106 Kontitusi Negara Timor Leste menjadi bumerang politik bagi negara tersebut untuk melangkah ke depan," kata pemerhati masalah Timor Leste, Florencio Mario Vieira, di Kupang, Rabu, menanggapi perkembangan politik di negeri seberang bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. Pasal 106 Kontitusi Negara Timor Leste menegaskan, "Presiden dapat menetapkan Perdana Menteri berdasarkan pemenang pemilu atau aliansi dari beberapa partai di Parlemen". "Konstitusi ini, saya nilai terlalu lemah, sehingga mudah dipengaruhi oleh kelompok politik kepentingan setelah aliansi antarparpol di parlemen terbentuk. Di sini lah saya melihat negara itu sedang menuju ke arah kegagalan," katanya. Alumnus John Heinz III, School of Public Policy and Management, Carnigie Mellon University, AS, itu mengatakan, "Pembentukan pemerintahan di Timor Leste bisa didasarkan pada skenario koalisi CNRT-ASDT/PSD-PD". Antara kelompok koalisi dan Fretilin sebagai pemenang pemilu parlemen, tambahnya, masih memiliki perbedaan persepsi soal Pasal 106 Konstitusi Negara Timor Leste. Kelompok pro-koalisi menilai bahwa Fretilin tidak menang mutlak dalam pemilu parlemen, sehingga Presiden Jose Ramos Horta memiliki hak prerogatif untuk menetapkan Xanana Gusmau dan koalisinya untuk membentuk pemerintahan di wilayah bekas koloni Portugis itu. Sementara itu, pihak Fretilin mengatakan bahwa pihak partai pemenanglah yang punya hak untuk mengundang partai lain untuk membentuk pemerintahan minoritas dan sekaligus menjadi Perdana Menteri. Perdebatan di antara kedua kubu politik ini, kata Mario Vieira, menunjukkan bahwa Timor Leste sedang menuju ke arah negara gagal, karena konstitusinya lemah sehingga mudah ditafsirkan oleh kelompok kepentingan guna membentuk sebuah pemerintahan baru. Berdasarkan konstitusi di negara kecil itu, pemerintahan baru akan dibentuk dua bulan terhitung sejak tanggal penetapan hasil pemilu parlemen. Skenario yang dimainkan kelompok koalisi akhirnya berhasil dengan menunjuk Xanana Gusmau, mantan Presiden Timor Leste, menjadi Ketua Parlemen dan Mario Vieigas Carascallao (mantan Gubernur Timor Timur semasa Indonesia) sebagai Perdana Menteri. "Jika skenario ini berhasil ditetapkan untuk membentuk pemerintahan baru oleh Presiden Ramos Horta, Timor Leste pasti dalam keadaan bahaya, sehubungan Fretilin sebagai pemenang pemilu tidak mungkin akan tinggal diam," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007