Jakarta (ANTARA News) - Seleksi calon hakim agung berakhir antiklimaks bagi Prof Dr Achmad Ali karena dari enam nama yang ditetapkan Komisi III DPR, tidak termasuk nama pakar hukum pidana dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini. Komisi III pada Jumat, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, menetapkan enam nama calon hakim agung setelah menjalani fit and proper test (uji kelayakan dan kepantasan) beberapa hari. Pengumuman dilakukan Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan. Penentuan enam nama dicapai setelah rapat internal Komisi III sekitar satu jam. Dari 42 anggota Komisi III yang hadir, sebagian besar (41 suara) memilih Hatta Ali yang juga Direktur Badan Peradilan Umum MA (Makamah Agung). Urutan kedua dengan 30 suara diraih Pakar Hukum dari Universitas Padjadjaran Bandung Prof Komariah Sapardjaja dan urutan ketiga dengan 25 suara diraih Ketua Pengadilan Tinggi Agama Palembang Muchtar Zamzami. Urutan keempat dengan 24 suara diraih Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Zaharuddin Utama. Sedangkan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Bandar Lampung M Saleh meraih 19 suara dan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Depkum dan HAM Abdul Gani meraih 17 suara. Komisi III DPR melakukan uji kelayakan terhadap 18 calon hakim agung yang diajukan oleh Komisi Yudisial (KY) sejak Senin (2/7). Pada Senin (2/7), Komisi III menguji enam calon, yaitu Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Abdul Gani Abdullah, Hakim Tinggi Pengawas MA Abdul Wahid Oscar, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin Achmad Ali, Staf ahli Menkumham Bidang Pengembangan Budaya Hukum Achmad Ubbe, Lektor Kepala Fakultas Hukum Universitas Mataram Anang Husni, dan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Palu Bagus Sugiri. Setiap calon selama satu setengah jam diuji kelayakannya di hadapan anggota Komisi III DPR. Dari 18 calon yang diajukan oleh KY, Komisi III memilih enam calon terbaik untuk diajukan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat ini terdapat enam posisi hakim agung yang kosong di MA, yaitu empat posisi untuk hakim pidana umum, satu posisi untuk hakim Tata Usaha Negara (TUN), dan satu posisi untuk hakim agama. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007