Saya hentikan sementara seluruh pekerjaan berat dan elevated di seluruh Indonesia."
Jakarta (ANTARA News) - Kecelakaan kerja yang menimpa tujuh pekerja yang sedang mengerjakan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) sehingga mengalami luka pada Selasa (20/2) sekira pukul 03.30 WIB membuat pemerintah harus mengambil keputusan moratorium pembangunan infrastuktur layang (elevated).

Dalam catatan sejak 1 Agustus 2017 hingga 20 Februari 2018 setidak-tidaknya ada 14 kecelakaan proyek infrastruktur, tidak saja terjadi di Jakarta, tapi juga di Palembang (Sumatera Selatan), Depok maupun Bogor dan Cikampek (Jawa Barat), Pasuruan (Jawa Timur), Pemalang-Batang (Jawa Tengah).

Dari kecelakaan tersebut, korban tewas terbanyak terjadi 4 Februari 2018 saat crane, salah satu alat berat yang digunakan sebagai pengangkat secara horizontal beton dalam proyek kontruksi, dua pasang jalur (double double track) di Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, roboh sehingga empat pekerja tewas dan beberapa terluka.

PT Waskita Karya (Persero) Tbk. selaku kontraktor Tol Becakayu, mengumumkan bahwa bukan tiang beton penyangga yang roboh, tetapi bekisting pierhead, yakni  cetakan sementara yang digunakan untuk menahan beton kepala pilar (pile cap) selama beton dituang dan dibentuk sesuai konstruksi yang diinginkan.

Kepala Divisi III PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Dono Parwoto dalam keterangan tertulis, mengatakan ingin meluruskan bahwa bukan tiang pancang atau tiang penyangga yang roboh, seperti pemberitaan, tetapi bekisting pierhead.

Kejadian terjadi pada dinihari itu saat dilakukan pengecoran kepala pilar jembatan (pierhead) dengan kondisi beton masih basah dan konstruksi bersifat sementara yang merupakan cetakan untuk menentukan bentuk dari konstruksi beton pada saat beton masih segar (bekisting) merosot sehingga jatuh.

Waskita juga telah berkoordinasi dengan aparat dan pihak yang berwajib untuk menangani masalah itu, sehingga langsung dilakukan penyelidikan secara internal maupun oleh pihak kepolisian untuk mendapatkan data dan informasi mengenai peristiwa naas tersebut.

Proyek Jalan Tol Becakayu merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk mulai 2014 dengan nilai kontrak Rp7,23 triliun dan memiliki panjang ruas 11 kilometer.

Pembangunan Tol Becakayu sempat mangkrak hampir 20 tahun, setelah dimulai pembangunannya pada 1996 oleh PT Kresna Kusuma Dyandra Marga. Proyek yang dimulai 1996 itu hanya berlangsung dua tahun langsung terhenti dengan alasan krisis moneter nasional pada 1998.

Melihat terus berulangnya kecelakaan kerja proyek infrastruktur, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meminta seluruh pekerjaan berat proyek infrastuktur layang (elevated) di seluruh Indonesia dihentikan sementara (moratorium) pascamusibah Tol Becakayu.

"Saya hentikan sementara seluruh pekerjaan berat dan elevated di seluruh Indonesia," katanya.

(Baca juga: Seluruh pekerjaan konstruksi layang dihentikan sementara)

Dia mengklaim ambruknya tiang penyangga Tol Becakayu pada dasarnya merupakan kecelakaan konstruksi yang tidak terlalu besar.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa sebagai upaya mitigasi, maka perlu dilakukan audit keselamatan oleh pada seleuruh pengerjaan konstruksi yang sedang berlangsung.

Pemerintah berjanji akan dilanjutkan apabila seluruhnya sudah diaudit. Hal itu, menurut dia, demi keselamatan pekerja dan semuanya, serta demi keberhasilan pekerjaan konstruksi ke masa depan.

Semua pengerjaan proyek elevated , dinilainya, membutuhkan pekerjaan berat, seperti pemasangan girder dan lainnya, baik pada tol di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

Ia mengemukakan pula, evaluasi secara menyeluruh penting dilakukan mengingat kecelakaan konstruksi bukan kali pertama terjadi, melainkan sebanyak 14 kali selama dua tahun terakhir.

Kecelakaan konstruksi seperti yang terjadi pada Tol Becakayu, dikemukakannya, bukan karena pengerjaannya dikebut melainkan karena faktor kedisiplinan pelaksana di lapangan.

Kecepatan pengerjaan proyek infrastruktur di Indonesia, dinilainya, masih belum bisa dibandingkan dengan kecepatan pengerjaan di negara lain seperti Malaysia, Filipina dan Tiongkok.

Pengerjaan proyek infrastruktur di Tiongkok, dicontohkannya, dalam satu tahun bisa mencapai 4.000 kilometer, sedangkan di Indonesia dalam periode yang sama baru 1.000 kilometer.

Rekanan kontraktor yang ditunjuk untuk mengerjakan proyek infrastruktur berat di atas permukaan atau melayang juga telah disesuaikan dengan keahliannya.

Jangan lama

Moratorium pembangunan proyek infrastruktur yang diputuskan pemerintah tentunya berdampak menimbulkan kerugian materil bagi kontraktor yang mengerjakan, dan jadwal kegiatan juga akan menjadikan penyelesainnya molor waktunya.

Badan Pengurus Pusat Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi) menginginkan kebijakan moratorium berbagai proyek jalan layang yang telah ditetapkan pemerintah tidak berlangsung lama.

Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukman Karumpa mengatakan cukup tiga minggu saja karena bila moratorium terlalu lama maka kerugian yang dialami oleh kontraktor akan semakin besar.

Alasannya, menurut dia, selama masa moratorium, beban biaya akan terus berjalan dan target yang ada juga akan sulit tercapai.

Namun demikian, Gapensi mendukung moratorium sementara yang diputuskan oleh Menteri PUPR.

Dalam pandangannya momen moratorium merupaan jeda yang baik untuk dilakukan evaluasi semua prosedur keselamatan kerja sudah dijalankan atau belum. Kalau dijalankan, maka perlu diungkap titik lemahnya di mana.

Perusahaan pelaksana proyek infrastruktur juga dituntut memperketat keselamatan kerja dalam mengerjakan berbagai proyek infrastruktur di Tanah Air. Selain itu, perusahaan pelaksana infrastruktur mesti disiplin sekaligus memperketat manajemen keselamatan kerja.

Meski pengerjaan konstruksi saat ini telah banyak mengandalkan teknologi tinggi, pelaksana proyek tidak boleh terlena dengan kehebatan teknologinya.

Hal itu sangat terkait dengan ujung-ujungnya manusia juga yang mesti memeriksa, mengecek dan memutuskan sesuatu. Oleh karena itu pula, pimpinan proyek dan kepala satuan di lapangan mesti disiplin dan rajin mengecek ke lokasi saat ada keputusan penting.

Semua pelaksana proyek kembali diminta menekankan pentingnya ketaatan dan displin kepada prosedur keselamatan di titik-titik kritis pengerjaan sebuah proyek konstruksi.

Tentunya semua berharap agar momentum pembangunan infrastruktur oleh pemerintah tidak mengendor, meski terdapat insiden dengan tetap mengedepankan keamanan dan kesalamatan, yang tidak saja bagi pekerja, tapi juga pengguna jika pembangunan infrastruktur sudah selesai.

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018