Oleh Arnaz Ferial Firman Jakarta (ANTARA News) - Para pejabat pemerintah baik sipil maupun militer agaknya kini mempunyai "hobi baru", yaitu perang mulut secara terbuka di depan publik. Padahal, di masa lalu tabiat seperti itu tidak pernah muncul ke permukaan. Ketika Yusril Ihza Mahendra masih menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), pendiri Partai Bulan Bintang (PBB) itu juga pernah ribut dengan Ketua Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Taufiquerrahman Ruki. Yusril saat itu mempertanyakan proses pengadaan peralatan sadap yang dilakukan KPK. Sementara itu, Ruki mempersalahkan Yusril tentang proses pengadaan sidik jari saat menjadi Menteri Hukum dan Perundang-undangan. Kini sikap kedua tokoh sipil itu agaknya ditiru oleh pimpinan militer, yakni antara Kepala Badan Intelejen Negara(BIN), Syamsir Siregar, dengan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Marsekal TNI Djoko Suyanto, mengenai munculnya penyusupan oleh simpatisan kelompok separatis Republik Maluku Selatan(RMS) di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Ambon, pada hari Jumat (29/6) bertepatan dengan acara puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas). Saat itu sekira 20 pemuda Maluku muncul mendadak di depan Yudhoyono untuk seolah-olah membawakan tarian cakalele, padahal mereka sambil membawa tombak tajam ingin membentangkan spanduk dan bendera RMS. Semula banyak hadirin yang mengira bahwa kehadiran puluhan pemuda saat Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu membacakan laporannya itu adalah bagian dari acara resmi, apalagi sebelum Ralahalu berpidato sudah ditampilkan sebuah tarian adat Maluku. Tiba-tiba, panitia Harganas serta petugas keamanan baik dari TNI maupun Polri baru sadar bahwa telah terjadi hal yang tidak beres, sehingga beberapa petugas polisi Kepolisian Daerah (Polda) Maluku dan panitia segera turun ke Lapangan Merdeka untuk mengusir para penyusup tersebut. Akibatnya, sampai sekarang ada sekira 30 pemuda Ambon dan sekitarnya masih ditahan Polda Maluku. Ketika menyaksikan "tarian liar" tersebut, Menko Polhukam Widodo Adi Sucipto langsung berbisik-bisik dengan Presiden Yudhoyono dan kemudian turun dari panggung kehormatan. Sementara itu, Kepala BIN Syamsir Siregar yang pernah menjadi Kepala Badan Intelejen dan Strategis (BAIS) Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) juga langsung mencari penanggung jawab keamanan pada acara tingkat nasional itu, yang juga dihadiri sejumlah duta besar dan diplomat negara-negara sahabat. "Mana panglima, mana panglima," kata Syamsir Siregar, yang juga pernah menjadi Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) II Siliwangi di kawasan Jawa Barat dan Banten tersebut. Akhirnya, penanganan pemunculan para simpatisan RMS itu ditangani langsung Menko Polhukam, Kepala BIN, Pangdam XVI Pattimura, Mayjen TNI Sudarmaidy Soebandi, serta Kapolda Maluku, Brigjen Polisi Guntur Gatot Setyawan. Bahkan, Mabes TNI telah mengirim tim ke Ambon untuk menyelidiki mengapa sampai bisa terjadi penyusupan pada acara yang langsung dihadiri Kepala Negara dan Ibu Ani Yudhoyono. "Kami mengakui memang telah terjadi kelalaian," kata Panglima TNI, Djoko Suyanto, dalam jumpa pers di Jakarta pada 30 Juni 2007, setelah membahas masalah itu dengan Kapolri, Jenderal Polisi Sutanto. "Kejadian ini sangat mempermalukan beliau (Presiden)," kata Djoko. Ia berjanji akan mengambil tindakan tegas terhadap anak buahnya yang bertanggung jawab mengamankan kunjungan kerja dua hari Kepala Negara. Ia menegaskan bahwa akan ada pemberian sanksi mulai dari bentuk teguran hingga mutasi atau memindahkan jabatan orang-orang yang dianggap bersalah itu. Sementara itu, Presiden sendiri setelah menyaksikan adegan aneh itu langsung mengatakan kepada ribuan penonton di Ambon, "Saya minta dilakukan investigasi". Yudhoyono yang juga pernah menjadi Menko Polkam mengatakan, para penari liar itu harus mendapat hukuman mulai dari sanksi moral dan sosial hingga tindakan hukum. Sementara itu, pada hari Minggu (1/7) di Jakarta, seorang staf khusus Kepala BIN mendadak mengadakan jumpa pers tentang masalah "tarian liar" tersebut. "Jangan intelejen dan BIN yang dipersalahkan," kata Staf Khusus Kepala BIN, Janzi Sofyan, dalam jumpa pers yang merupakan kegiatan pertemuan tak lazim yang dilakukan oleh sebuah lembaga intelejen di Tanah Air, bahkan juga di negara-negara lain. Janzi mengatakan, petugas BIN di lapangan telah menemukan indikasi bahwa akan terjadi kegiatan liar yang dilakukan oleh para simpatisan RMS, dan temuan itu sudah disampaikan kepada para penanggung jawab keamanan mulai dari Kodam Pattimura, Polda Maluku hingga anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Setelah mengetahui adanya komentar dari pembantu Syamsir Siregar itu, maka pada hari yang sama, Panglima TNI Djoko Suyanto langsung mengeluarkan reaksinya. "Dari pada kita saling menyalahkan, maka lebih baik kita bersatu dan memfokuskan diri pada aksi separatis RMS," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) tersebut. Djoko juga mengemukakan, "Kalau kita saling menyalahkan, maka kita akan hancur sendiri". "Perang mulut" di antara kedua pejabat instansi strategis itu merupakan hal yang menarik karena merupakan hal yang sangat tidak lazim di antara para pejabat militer dan purnawirawan yang masih sama-sama mengabdi dalam instansinya masing-masing. Keterangan Janzi Sofyan itu agaknya membuka rahasia bahwa BAIS yang Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) itu memiliki kantor perwakilan di ibu kota Provinsi Maluku tersebut. Sekalipun tidak menyebut-nyebut nama, akhirnya banyak orang, terutama yang berada di Maluku tahu bahwa di sana ada yang namanya, "Kepala Kantor Pusat BIN Wilayah Ambon". Bagi simpatisan RMS, pasti tidak akan sulit untuk mencari kantor atau petugas BIN yang ditempatkan di Ambon tersebut. Pengungkapan rahasia ini kembali mengingatkan orang terhadap istilah "Intel Melayu", yaitu kalangan intel yang seharusnya menyembunyikan identitas atau jati dirinya malahan justru memamerkan atau menonjol-nonjolkan jabatannya atau posisinya atau senjatanya kepada orang yang seharusnya tidak perlu tahu jati dirinya. Ketika beberapa bulan lalu mengomentari keributan antara Yusril dengan Ruki, Presiden Yudhoyono sambil bergurau mengatakan kepada pers di kantornya bahwa persoalan itu telah diselesaikan secara "adat". Kini agaknya tidak ada salahnya atau patut dimaklumi jika Yudhoyono yang juga purnawirawan TNI menegur atau bahkan memarahi baik Djoko Suyanto maupun Syamsir Siregar, agar tidak "mengumbar pendapat berseteru" lagi di depan publik secara langsung maupun tidak langsung. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007