Jakarta (ANTARA News) - Kota Surakarta di Jawa Tengah, dikenal pula dengan Kota Sala atau Solo, pernah menjadi saksi dahsyatnya perlawanan rakyat Indonesia menghadapi Belanda yang kembali datang pada 1949 dengan dalih melakukan "aksi pengamanan/polisionil".

Tentara, Polisi dan seluruh elemen masyarakat Indonesia di Surakarta bahu membahu mengusir si penjajah. Salah satu yang paling heroik adalah peristiwa pada 7-10 Agustus 1949, yang kemudian dikenal dengan sebutan Serangan Umum Empat Hari di Surakarta.

Pertempuran ini berdampak sangat besar ketika itu dan membuat Belanda terpaksa menyetujui gencatan senjata pada 11 Agustus 1945. Lebih penting lagi, peristiwa itu menjadi salah satu alasan meningkatnya posisi tawar Indonesia ketika berhadapan dengan Belanda di Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 23 Agustus-2 November 1949.

Seperti diketahui, di KMB itulah Belanda akhirnya mengakui kedaulatan penuh Indonesia atas semua wilayah Hindia Belanda, kecuali Papua yang secara resmi baru bergabung tanggal 1 Mei 1963.

Kini, 69 tahun setelah pertempuran empat hari tersebut, Surakarta kembali dilanda pertempuran tetapi kali ini dalam lain rupa. Jika dahulu dengan bermodal senjata dan dilakukan menyebar hingga pelosok Solo, kini pertempuran digelar di sebuah arena yakni Stadion Manahan.

Ya, Stadion Manahan menjadi arena pertempuran taktik, adu strategi delapan tim sepak bola yang berlaga dalam putaran delapan besar turnamen pramusim Piala Presiden 2018 selama dua hari, Sabtu-Minggu, 3-4 Februari 2018.

Persebaya Surabaya, PSMS Medan, Bali United, Madura United, Mitra Kukar, Persija Jakarta, Sriwijaya FC dan Arema FC akan saling berjibaku menghadapi satu sama lain dalam empat laga untuk menentukan siapa yang berhak melaju ke semifinal yang rencananya berlangsung pada 10 dan 13 Februari 2018.

Manahan sudah tak asing dengan atmosfer laga perempat final Piala Presiden, mengingat dua dari empat edisi 2017 juga dilangsungkan di sana. Bahkan pada edisi inagurasi Piala Presiden 2015, Manahan  digunakan untuk fase semifinal.

Hal itu cukup wajar bagi sebuah stadion berstandar FIFA yang lokasinya cukup strategis karena Solo berada di tengah Pulau Jawa, gampang pula diakses dengan keberadaan Bandar Udara Internasional Adi Sumarno di Boyolali, sekira 14 kilometer dari Surakarta.

Ini dianggap memudahkan para suporter yang ingin datang untuk mendukung langsung klub kesayangannya.

Kemudian, mari kita lihat tim yang akan bertanding di delapan besar Piala Presiden 2018, ada yang berasal dari Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Menyimbolkan apa? Ya, kemajemukan.

Kota Solo pun demikian. Daerah ini dihuni total 510.077 penduduk dengan berbagai latar belakang beragam suku seperti Jawa, Batak, Bali, Tionghoa dan Arab. Kalau anda ke sana, cobalah singgah ke Kampung Sudiroprajan, wilayah pecinan di mana Klenteng Tien Kok Sie yang usianya sudah lebih dari 300 tahun berada.

Atau langkahkan kaki ke daerah Pasar Kliwon, daerah yang dihuni mayoritas masyarakat keturunan Arab. Dan dahulu, di wilayah Kampung Kebalen pernah dihuni warga yang kebanyakan berasal dari Bali.

Alih-alih meretakkan, keberagaman ini justru membuat masyarakat Solo solid dan bahu-membahu membangun wilayahnya.

Semangat itu semakin membuat wajar babak penting di Piala Presiden 2018 dilaksanakan seluruhnya di Solo. Tim-tim dan para pemain bisa berbeda latar belakang, tetapi persatuan demi memajukan sepak bola nasional harus menjadi tujuan bersama.

Meski demikian, dalam semangat persaingan profesional, tak bisa dipungkiri babak delapan besar Piala Presiden 2018 tetap saja terasa "panas".


Semangat Debutan

Di babak delapan besar Piala Presiden 2018 dua tim patut menjadi sorotan, yakni PSMS dan Persebaya. Pasalnya, PSMS dan Persebaya lolos ke delapan besar sebagai tim debutan di Piala Presiden dan keduanya akan "saling bunuh" pada Sabtu (3/2).

Kedua klub perserikatan ini tidak ambil bagian dalam Piala Presiden edisi pertama di tahun 2015 dan kedua di 2017. Sebagai informasi, Persebaya kali ini berbeda dengan Persebaya United di Piala Presiden 2015, yang kemudian namanya berganti lagi menjadi Bonek FC di perempat final, imbas dari dualisme klub saat itu.

Namun, kedua tim yang baru promosi ke Liga 1 Indonesia 2018 tersebut justru tampil gemilang di kesempatan Piala Presiden pertamanya.

Persebaya sukses menjadi juara Grup C Piala Presiden 2018 tanpa pernah kalah, mengangkangi tiga tim lainnya Madura United, PS TNI dan Perseru Serui.

Sementara PSMS secara mengejutkan sukses merebut peringkat kedua Grup A dengan catatan dua kali menang, sekali kalah. Anak-anak asuh Djajang Nurdjaman ini bahkan menaklukkan tuan rumah penyisihan Grup A, Persib Bandung dengan skor 2-0.

Semangat pembuktian diri tentu akan mewarnai laga Persebaya versus PSMS Medan. 

"Kami sudah lolos dari babak grup dan ke perempat final. Sudah begini sekalian saja kami cari tempat di semifinal," ujar Sekretaris Umum PSMS Julius Raja.

Persebaya tidak mau kalah. Usai merekrut nama-nama baru mulai tahun 2018 seperti Osvaldo Haay, Nelson Alom, Ferinando Pahabol dan Ruben Sanadi, klub berjuluk Bajul Ijo ini cukup optimistis menatap perempat final.

Meski demikian, Persebaya tidak mau mengganggap remeh PSMS, tim yang mereka taklukkan 3-2 di final Liga 2 Indonesia 2017.

"Bagi kami ini laga klasik yang seru. Dibandingkan Liga 2, baik skuat PSMS maupun Persebaya sudah berubah dengan kedatangan pemain asing serta pemain baru yang menjadikan laga ini akan berjalan menarik," kata manajer Persebaya Chairul Basalamah.

Pemenang laga tersebut nantinya akan menghadapi tim terbaik dari pertandingan delapan besar lainnya, Persija kontra Mitra Kukar. Keduanya berambisi untuk tidak mengulangi kegagalan melewati putaran delapan besar pada edisi 2017 lalu.

Bali United juga menyimpan asa besar. Sebagai runner up Liga 1 2017 dan diisi pemain-pemain top macam Ilija Spasojevic, Stefano Lilipaly dan Irfan Bachdim, mereka tentu bertekad ke semifinal Piala Presiden, yang jika terjadi merupakan capaian perdana.

Dan setelah tersingkir dari kualifikasi Liga Champions Asia, klub berjuluk Serdadu Tridatu ini bisa fokus sepenuhnya ke Piala Presiden 2018.

Akan tetapi itu tak bakal mudah. Lawan mereka di delapan besar, Madura United pasti tak mau kalah dan tak ingin memperoleh lagi prestasi serupa di tahun 2017, ketika mereka tersingkir di perempat final oleh Pusamania Borneo FC.

Laga terakhir delapan besar Piala Presiden 2018 adalah Sriwijaya dan Arema, partai ulangan perempat final Piala Presiden 2017. Ketika itu, Arema sukses menundukkan Sriwijaya dengan skor 1-0 sebelum melenggang menjadi juara turnamen.

Sriwijaya yang skuatnya tak lagi sama dengan Piala Presiden 2017 dipastikan bertanding dengan penuh hasrat untuk membalas dendam. Apalagi Arema kini tak lagi diperkuat dua pemain terbaiknya di Piala Presiden 2017, penyerang Cristian Gonzales (pindah ke Madura United) dan gelandang Adam Alis yang menyeberang ke Sriwijaya.

Namun, pelatih anyar Sriwijaya Rahmad Darmawan tak mau takabur.

"Positifnya, dengan banyak perubahan membuat tim lawan agak sulit memprediksi, tetapi di sisi lain tentunya lawan tahu bahwa tim membutuhkan waktu untuk adaptasi," tutur Rahmad.

Genderang "perang" Piala Presiden 2018 sudah dibunyikan di Solo, Jawa Tengah dan delapan tim siap memberikan yang terbaik di lapangan.

Timbul harap, di tengah tekanan dan tuntutan menang, semua pemain bisa mengendalikan diri dan menjaga sportivitas.

Begitu pula untuk semua suporter yang menonton langsung di Stadion Manahan, Solo, agar menjunjung ketertiban. Tenang ketika menang, dewasa saat kalah.

Surakarta, Sala atau Solo adalah kota sarat sejarah. Sejarah perjuangan anak bangsa yang meski berbeda-beda latar belakang bersatu membuktikan cinta pada Tanah Airnya. Mari kita jaga, jangan sampai kita kotori dengan tindakan-tindakan tak pantas.

Pewarta: Michael Teguh Adiputra S
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018